Cerpen Esai oleh Megawaty Iskandar
KOPI, Bogor – “Innalillahi wa’innalillahi rojiun.” Dato mengusap wajah dan mengembuskan napas berat. Berita duka datang dari Makassar, pamannya baru saja dikabarkan meninggal dunia. Dato telah berusia enam puluh tahun dan tidak memiliki orang tua sejak dia bisa mengingat. Paman adalah satu-satunya orang tua bagi Dato.
“Siapa yang meninggal?” Emak mengalihkan pandangan ke arah suaminya.
“Purina,”jawabDato pelan. Sebagai istri yang telah menemani selama puluhan tahun, Emak mengerti posisi Purina—paman—di hati suaminya. Perempuan itu mengelus punggung Dato yang mulai membungkuk.
“Aku pergi selepas sahur nanti ke Makassar,” ucap Dato lagi. Emak menarik napas pelan, sebetulnya dia tidak setuju. Sejak musim pagebluk, pemerintah gencar menyosialisasikan himbauan tetap di rumah. Lagipula, kelompok usia mereka sangat rentan tertular virus yang belum ada obatnya itu.
“Tapi, sedang wabah Corona, lho?” Perempuan tua itu mencoba menawar keinginan suaminya, meskipun dia tahu bahwa usahanya akan berakhir sia-sia. Dato terkenal akan sifatnya yang teguh pada pendirian.
“Purina itu orang tuaku satu-satunya, mana mungkin aku tak datang mengurus jenazahnya?”
Emak mengangguk mafhum.
***
Suasana sahur di Dusun Kandemeng terasa sangat muram. Pada tahun-tahun sebelumnya di bulan Ramadhan, para pemuda akan berkeliling membunyikan kentungan untuk membangunkan sahur. Namun, sejak pandemi Covid-19, jangankan suara kentungan, masjid-masjid pun sepi.
“Mak, Dato mau ke mana?” tanya Malik—cucu mereka. Dato sedang berkemas seusai makan sahur.
“Mau ke Makassar, Purina meninggal tadi malam,” (1) jawab Emak hati-hati.
“Aku ikut, ya?” rajuk Malik. Bocah berusia delapan tahun itu memang sangat dekat dengan Dato. Sama seperti Dato, bocah itu pun tidak mengenal kedua orang tuanya. Baginya, Dato adalah kakek sekaligus ayah.
“Gak usah, Malik di rumah saja sama Emak. Dato gak lama, mau melayat,” sergah Dato.
“Tapi ….”
“Sudah jangan membantah.” Lelaki tua itu membelalakan matanya. Malik mencebik.
“Dipikir lagi, To. Makassar itu banyak yang tertular, sudah lima puluh orang. Malah ada yang meninggal.” (2) Emak berusaha menggoyahkan pendirian suaminya.
“Yang meninggal ini Purina, aku harus pergi!” jawab Dato cepat dan berlalu menuju pintu keluar.
Manik mata Malik berberak-gerak memandang ke arah Emak. Dia mungkin tidak mengerti apa yang diucapkan Emak, tetapi tetap berharap agar Dato tidak pergi.
Sia-sia, pintu rumah tertutup, punggung Dato menghilang dari pandangan.
“Mak, nanti Malik setor hapalan sama siapa?” Sejak sebulan lalu, sekolah maupun TPA diliburkan karena pandemi. Dato-lah yang membantu Malik murojaah.
“Sama Emak saja, atau tunggu dato juga gak apa-apa.” Emak mengelus lembut kepala cucunya.
***
Dato kembali dua hari setelah pemakaman Purina. Kondisinya terlihat baik-baik saja, tanpa batuk atau demam. Emak merasa sedikit merasa lega.
“Nah, gak apa-apa ‘kan? Kamu terlalu ketakutan.” Dato memasang peci putih, yang serasi dengan baju koko dan sarungnya.
“Dato mau ke mana lagi?” tanya Emak penuh selidik.
“Ke rumah Ustadz Andi, besok malam kita tahlilan,” jawab Dato ringan sambil menggandeng tangan Malik.
Malik nampak bahagia berjalan di samping kakeknya. Sudah sebulan bocah itu tidak bertemu Ustadz Andi, guru mengajinya. Dia tak sabar untuk memberi tahu, bahwa dalam waktu dekat dia akan menyelesaikan hapalan Juz ke tiga puluh.
“Dato, aku sudah hapal Surat An Naba’ sampai ayat ke-20.” Malik mengumumkan dengan bangga.
“Cucu Dato hebat! Nanti sewaktu tahlilan, Malik baca Yassin, ya?” Dato tersenyum jemawa. Malik mengangguk dengan semangat.
Rumah Ustadz Andi tampak sepi, pintunya tertutup rapat. Namun begitu, sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci dari dalam.
“Assalamualaikum, Ustadz!” seru Dato lantang.
Beberapa saat terdengar sahutan salam dan daun pintu yang terbuka. Ustadz Andi menyambut kedatangan Dato dan Malik dengan ragu-ragu, tetapi tetap mempersilahkan kedua tamunya masuk. Bagi seorang alim sepertinya, memuliakan tamu adalah sebuah kewajiban, meskipun dalam kondisi wabah.
“Jadi, Dato akan mengadakan tahlilan? Tanggal berapa?” tanya Ustadz Andi.
“Tanggal tujuh dan empat belas,” (1) jawab Dato pasti, sementara Malik menggosok kedua tangannya dengan semangat, menunggu giliran untuk berbicara dengan Ustadz.
“Insya Alloh, saya bisa saja, ehm tapi ….” Ustadz Andi menggantung kalimatnya.
Dato sepertinya paham ke mana arah pembicaraannya. “Ehm, Ustadz tidak perlu khawatir dengan Corona. Saya baru saja kembali dari Makassar, Insya Alloh sehat-sehat saja.” Dato tersenyum meyakinkan.
Ustadz Andi mengangguk pelan, pandangannya beralih ke arah Malik yang terlihat gelisah di tempat duduknya. “Malik, mau bicara sesuatu?”
Bocah lelaki itu mengangguk kuat-kuat. “Ustadz, aku sudah mau khatam Juz 30!”
“Masya Alloh. Malik rajin sekali,” puji Ustadz Andi.
“Setiap hari aku murojaah sama dato. Ya ‘kan, Dato?” Mata anak lelaki itu berbinar menatap kakeknya.
“Nanti kalau An Naba’-nya sudah hapal semua, Malik setor ke Ustadz, ya?” Dato tersenyum dan mengacak rambut Malik.
Bocah itu mengangguk. Satu kali dalam sebuah kajian, dia diberitahu bahwa seorang anak yang menghapal Al Quran, akan mempersembahkan mahkota dan jubah emas untuk orang tuanya di akhirat. Dia berkhayal hapalannya kelak akan dipersembahkan untuk seseorang yang sangat disayanginya.
***
Tahlilan di rumah Dato dihadiri oleh sebagian besar penduduk Dusun Kandemeng. Doa-doa dilarungkan ke langit dan paket-paket sembako dibagikan.
Dato bersyukur acara berlangsung lancar. Namun, dua minggu setelah tahlilan terakhir, salah satu tetangga yang ikut dalam acara tersebut, dikabarkan menderita sesak napas. Pun telah dilarikan ke RSUD Polewari Mandar, lelaki malang itu meregang nyawa. (3) Bisik-bisik menyebar dan berubah dengan cepat menjadi kepanikan di dusun kecil itu.
“Apa aku bilang?” Emak berbisik sambil membelalakan mata. Dato terdiam duduk di kursi. Beberapa hari yang lalu, setengah lusin petugas berpakaian astronot telah mengambil sampel usap mulut seluruh penduduk desa.
“Dato harusnya merasa bertanggung jawab!” Emak mulai meradang, sudut matanya mulai tergenang air. “Sekarang semua orang harus menerima keegoisan Dato!”
Lelaki tua itu hanya memandang kosong ke depan.
“Dato,” panggil Malik, “apakah kita semua akan sakit dan meninggal?”
Dato memeluk cucu kesayangannya. “Aku belum selesai menghapal,” bisik Malik lagi dalam dekapan kakeknya.
“Ini bulan Ramadhan, kita berdoa agar segalanya baik-baik saja. Insya Alloh, Malik akan jadi pemenang saat Idul Fitri, hapal Juz 30 dan puasanya full.”
Emak menghapus air mata yang jatuh satu per satu di pipi peyotnya.
***
Hasil pemeriksaan terhadap warga Dusun Kandemeng menunjukan hasil, sebanyak tiga belas orang positif tertular virus Corona. Termasuk diantaranya Dato, Emak, Ustadz Andi, dan Malik. Kepala Desa Batulaya segera memberikan instruksi agar ke-13 orang tersebut, agar sementara mengisolasi diri di gedung lama kantor Kecamatan Tinambung. (1) Selang beberapa hari, sejumlah petugas Gugus Tugas Covid-19 datang menjemput.
“Mau dibawa ke mana lagi kami?” tanya Dato, ketika petugas berbaju hazmat datang ke kantor kecamatan.
“Bapak dan Ibu sekalian akan melanjutkan isolasi di RSUD Polman.” Suara petugas itu terdengar sengau dari balik maskernya yang berlapis.
“Tak perlu, kami di sini saja. Susah sahur nanti kalau di rumah sakit,” tolak Dato.
“Tidak bisa, Pak. Prosedur isolasi agar Bapak dan Ibu semua bisa mendapatkan perawatan dan tetap terawasi,” jelas petugas.
“Kalau kami menolak, apakah Bapak akan menyeret kami?” Dato meninggikan suaranya. Emak dan penduduk desa lainnya berdiri di dekat Dato.
“Kami mohon agar Bapak dan Ibu bekerja sama,” bujuk salah satu petugas lainnya.
Dato mendengkus.
Dari balik pintu salah satu ruangan di kantor kecamatan, Malik muncul dan menenteng sebuah plastik putih berisi pakaian. (4) Anak lelaki delapan tahun itu berjalan tegak melewati kakek dan neneknya, serta penduduk desa lain.
Petugas berpakaian serba putih membukakan pintu untuknya. Sesaaat bocah kecil itu berhenti dan berbalik menatap kakek dan neneknya bergantian. “Malik ikut Om ini. Aku mau sembuh, To. Masih ada hutang yang belum selesai kubayar,” ucapnya tegas.
Dato menatap dalam diam.
“Kalau tetap di sini, kita gak akan sembuh. Dato sama Emak ikut, ya?” Malik meraih tangan kakek dan neneknya. Pasangan tua itu saling berpandangan.
***
RSUD Polewali Mandar nampak ramai, para tenaga kesehatan berlalu-lalang dengan APD lengkap. Pihak rumah sakit mengelompokkan PDP berdasarkan usia, sehingga bilik Malik terpisah beberapa blok dari bilik Dato dan Emak.
“Malik, ini ada kiriman mainan dari netizen.” Seorang perawat memberikan sebuah bungkusan kepada bocah itu. Kondisi Malik terlihat membaik.(5)
Bocah delapan tahun itu tersenyum dan berterima kasih. “Kakak Suster, boleh saya minta tolong?” pintanya hati-hati.
Perawat itu mendekat, Malik berbisik, “Bolehkah saya pinjam ponsel?”
***
“Innaaa angzarnaakum’azaabang qoriibay yauma yangzhurul-mar’u maa qoddamat yadaahu wa yaquulul-kaafiru ya laitanii kungtu turoobaa.” Seorang perawat memutar video bocah kecil yang sedang melantunkan ayat terakhir Surat An Naba’.
Di akhir video bocah itu berucap, “Ini untuk Dato!”
Lelaki tua itu menghapus air mata yang turun perlahan, seiring rasa sesak yang semakin menghimpit dadanya.
(selesai)
Catatan kaki:
1. Klaster Baru Pasien Positif Covid-19 Muncul di Polman karena Gelar Tahlilan. https://www.liputan6.com/regional/read/4246488/klaster-baru-pasien-positif-covid-19-muncul-di-polman-karena-gelar-tahlilan
2. UPDATE: Kasus Corona Sulsel 31 Maret 2020: 5p Positif, Pasien Terbanyak di Makassar. https://www.tribunnews.com/corona/2020/03/31/update-kasus-corona-sulsel-31-maret-2020-50-positf-pasien-terbanyak-di-makassar
3. Positif Corona, Belasan Warga Satu Kampung di Polman Dijemput Petugas Medis. https://news.okezone.com/read/2020/05/06/340/2209798/positif-corona-belasan-warga-satu-kampung-di-polman-dijemput-petugas-medis
4. Kisah Haru Petugas Medis Jemput Bocah 8 Tahun Positif Corona, 12 Anggota Positif, 1 Orang Meninggal. https://newsmaker.tribunnews.com/2020/05/07/kisah-haru-petugas-medis-jemput-bocah-8-tahun-positif-corona-12-anggota-positif-1-orang-meninggal
5. Kondisi Bocah 8 Tahun Paaien Covid-19 Saat Jalani Isolasi di RSUD Polman. https://www.liputan6.com/regional/read/4248180/kondisi-bocah-8-tahun-pasien-covid-19-saat-jalani-isolasi-di-rsud-polman
Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org
Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini
Comment