by

Gendis (2)

Cerbung Syaefudin Simon

KOPI, Bekasi – Gendis memang wanita modern. Gaya Eropanya kental banget. Bayangkan, dia terus terang, mau jadi adik istriku. Artinya, Gendis mau jadi istri keduaku.

Di videocall pernah aku tanya Gendis, kenapa mau jadi istri kedua? Jawabnya mengejutkan.

“Aku masih muda A. Aku juga cantik. Tapi sebagai wanita normal aku butuh kepuasan seks. Tapi aku tak mau mengumbar kebutuhan seksualku dengan orang sembarangan. Aku tak setuju dengan teman-temanku di Belanda yang samen leven. Dalam hal ini, aku setuju dengn budaya Sunda. Budaya Timur yang menuntut ijab kabul pernikahan untuk menikmati seks. Selain itu, untuk saat ini, aku menganggap seks itu prokreasi. Karena aku belum punya anak. Sebetulnya, aku setuju saja bila ada orang menganggap seks itu rekreasi. Tapi itu nanti A. Setelah aku punya anak, minimal dua, aku pun ingin memasuki seks sebagai rekreasi. Tentu rekreasinya hanya dengan Aa. Tapi toh untuk saat ini, aku bisa menggabungkan keduanya, seks sebagai prokreasi dan rekreasi. Nanti rasakan saja kalau kita sudah nikah A. Akan aku puaskan Aa dengan gaya seksku yang aku pelajari dari Belanda maupun India. Pasti Aa ketagihan. Dalam urusan seks aku galak dan binal A.” Ucap Gendis sambil menatapku nanar. Kulihat daster warna hitamnya makin kedodoran. Belahan dadanya yang kencang dan putih montok terlihat jelas. Gendis tampaknya sengaja pakai daster kedodoran tanpa kancing di dadanya. Aku sampai menelan ludah. Gile!

“Tapi aku bukan orang Barat yang staminanya kuat. Lagi pula aku harus berbagi dengan Teteh.” Ujarku sambil tertawa.

“Gak apa-apa A. Justru itu yang mengasikkan. Aku bisa istirahat sehari setelah bertempur dengan Aa. Teteh juga bisa istirahat sehari. Tapi Aa Dino, meski tidak istirahat, punya pengalaman berbeda. Gaya seks Teteh pasti berbeda dengan Gendis. Teteh orang Tasik cenderung lembut. Gendis berdarah Bandung campur Belanda. Gabungan lembut dan binal.” Gendis tersenyum. Tak sedikit pun merasa canggung ngomongin seks di videocall. Dasar wanita berdarah Belanda!

“Aa pernah lihat bandot Garut? Mengapa kuat menunggangi lima betina dalam satu jam? Karena betinanya beda-beda. Jadi gak bosan.” Gendis tertawa ngakak. Itu sekadar contoh alami A, tambah Gendis terbahak.

“Ya, jangan nyontohin bandot Gendis. Bandot kan memang seksnya kuat secara alami. Tapi manusia?”

“Ya sama aja A. Laki-laki pun kalau istrinya dua, akan menyesuaikan. Gairah seksnya pasti bertambah. Hormon testosteronnya akan makin banyak untuk memenuhi kebutuhan seks dua istri. Itu alami A. Seperti Aa makan sambal. Kan nafsu makannya naik. Tuhan maha baik A. Selalu memenuhi tuntutan birahi hambanya. Gendis yakin Aa bisa memenuhi kebutuhan seks Gendis dan Teteh.”

“Ah Gendis ini pinter dan binal. Juga suka mengkhayal. Tapi khayalannya menyenangkan.” Pujiku pada gadis indo itu. Gendis memanyunkan mulutnya. Aku pun cekikikan. Lucu.

“Gendis, bagaimana kalau aku kecapekan? Kan siangnya harus kerja.”

“Tenang aja A. Nanti Gendis buatkan ramuan keluaga besar Bruinessen untuk menambah vitalitas Aa. Ramuannya semacam empon-empon paduan antara Jawa, Sunda, dan Belanda. Hasilnya luar biasa A. Kata Papahku almarhum, ramuan keluarga Bruinessen bisa membuat lima wanita tumbang dalam semalam. Bila perlu, nanti suatu ketika, Gendis dan Teteh satu kamar. Gendis siap kok untuk threesome. Itu kalau Teteh setuju.” Ha..ha..ha. Gendis tertawa. Ia seperti bicara dengan suaminya saja. Padahal nikah pun belum. Tampaknya Gendis mantep betul ingin menikah denganku. Meski jadi istri kedua.

Aku mau ngomong kepada istriku, Yanti, soal Gendis. Betul Yanti, pernah bilang, aku boleh menikah lagi dengan wanita lain. Syaratnya cantik, lebih muda, dan bisa bahasa Sunda. Gendis jelas memenuhi kriteria calon istri keduaku yang diminta Yanti. Cocok untuk dijadikan adiknya. Umur Yanti dan Gendis beda lima tahun. Meski demikian, aku mau membicarakannya di waktu yang tepat. Salah timing bisa berabe. Kan wanita kadang-kadang mood-nya berubah-ubah.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA