by

Efek Domino Ketidakseimbangan Penanganan Covid-19 di Dunia Kesehatan

KOPI, Jakarta – Dunia menangis karena wabah Covid-19.

Amerika berusaha menekan China untuk mengakui sebagai penyebab utama wabah ini. Kelambanan memproklamirkan adanya virus ini dianggap sebagai penyebab utama. Yang juga disebabkan karena pembungkaman seorang dokter yang pertamakali curiga adanya virus baru – yang juga menjadi korban Covid-19 ini.

Cerita ini menjadi peluru emas Amerika sebagai donatur terbesar World Health Organization (WHO) untuk menggertak. Menarik dana donasinya. Jika China – yang jauh lebih kecil besaran donasinya ke WHO, tidak juga mengakui kekeliruannya dan bertanggung jawab.

Imbas virus corona, di bumi pertiwi, banyak keluarga menangis ditinggal anggota keluarganya. Apalagi jika yang meninggal adalah seorang ibu, yang menjadi poros kehidupan. Sudah bersedih, anggota keluarga yang ditinggalkan akan mendapatkan tekanan psikis dari lingkungannya. Karena, sudah pasti akan menjadi Orang Dalam Pengawasan (ODP), dimana semua mata seluruh tetangga akan menjadi polisi yang mengawasi. Sehingga, mendekam dalam rumah selama 14 hari sudah menjadi keharusan. Sementara, kegiatan menyediakan makanan sehari hari yang dilakukan seorang ibu, sudah tidak ada lagi. Cerita yang sangat memilukan, dan nyata nyata terjadi.

Hingga saat ini, angka kasus semakin meningkat, dan per hari ini menjadi yang tertinggi, 1000 kenaikan kasus baru dalam sehari. Jawa timur menjadi nomor dua setelah Jakarta. Mimpi buruk, jika benar benar diresapi. Karena ini adalah ilustrasi rendahnya kombinasi kemesraan antara kesadaran elemen masyarakat dan kejituan pemerintah dalam menyikapi wabah corona ini. Entah sampai kapan berakhirnya.

Di belahan dunia yang telah membuka lockdownnya, malah tercatat adanya kasus baru. China dengan Wuhannya, telah mencatat adanya kasus baru sebanyak 14. Begitu pula dengan Korea Selatan dan Jerman. Sejumlah angka kasus baru diraih. Jadi, jangan bahagia dulu dengan tidak terlihatnya kenaikan kasus, harus menunggu dalam seminggu dua minggu mendatang. Bercermin dari ini, Australia menjadi berhati hati dalam membuka lockdown nya. Kegiatan membuka kran ekonomi dilakukan secara bertahap, sambil melihat perkembangan kemungkinan ada tidaknya kasus baru.

Disisi lain dalam memerangi wabah ini, mengerahkan dana sebanyak mungkin menjadi opsi yang diprioritaskan di setiap negara. Karena, dengan lebih dari 3,7 juta kasus yang telah dikonfirmasi dan 260.000 kematian di seluruh dunia, dalam kurun waktu yang relatif singkat, Covid-19 telah menempatkan beban yang tak terkendali pada sistem perawatan kesehatan.

Rumah sakit diharuskan memprogram ulang kegiatannya – dan menutup sementara beberapa kasus – untuk bisa fokus pada unit perawatan pasien Covid-19. Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (LitBang), serta perusahaan-perusahaan farmasi telah menutup banyak kegiatan yang dianggap `non-esensial ‘ demi pengerjaan novel coronavirus.

Akibat tersedotnya hampir seluruh dana yang di re-lokasi untuk penanganan coronavirus, telah menyendat bahkan menghentikan LitBang terkait penanganan wabah penyakit lainnya.

Kasusnya tidak hanya menyangkut peluang pembiayaan saja, tetapi berimbas pada si pasien sendiri yang menjadi enggan untuk pergi ke dokter atau ke rumah sakit. Beberapa diberitakan bahwa operasi yang terjadwal dan juga skrining kanker telah ditunda karena Covid-19. Dokter anak di Amerika juga telah mengamati adanya penurunan tajam jumlah anak yang datang untuk janji temu yang telah dijadwalkan. Di Massachusetts, kunjungan ruang gawat darurat untuk penyakit atau kondisi non-Covid-19 telah menurun secara signifikan selama dua bulan terakhir. Dan, data klaim beberapa asuransi kesehatan dikabarkan menunjukkan penurunan tajam dalam rawat inap untuk kondisi yang bukan Corona.

Di beberapa negara berkembang, juga telah muncul kekhawatiran yang sama. Program terkait penanganan penyakit yang mengancam jiwa lainnya, seperti untuk produksi tes malaria, HIV dan TBC, telah bergeser semua ke arah pembuatan tes coronavirus.

Ada sebuah laporan dari ‘Stop Tubercolosis’ (TBC) bahwa adanya pandemik virus corona ini telah mengancam kesuksesan program tersebut. Selain aspek pengalihan pendanaan, diterapkannya lockdown atau penguncian telah mengkotomi pelaksanaan layanan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya. Sehingga diprediksi, hal ini akan bisa meningkatkan jumlah kasus TBC dan kematian di lima tahun ke depan. Miris untuk dibayangkan. Pasti tidak ada yang ingin terjadinya wabah ini.

Di beberapa negara maju, LitBang untuk perawatan dan usaha mendapatkan vaksin coronavirus, telah bukan saja menggeser, tetapi mendepak keluar LitBang di bidang klinis penting lainnya, seperti kanker, penyakit kardiovaskular, Alzheimer, dan lainnya.

Data terkini diberitakan menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah secara drastis menghentikan ratusan uji klinis terkait penyakit lainnya. Salah satu alasan kuat penyebabnya diberitakan karena adanya perintah untuk ‘Berdiam di rumah’.

Ken Kaitin, Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Tufts dan Direktur Pusat Studi Pengembangan Obat Tufts, mengatakan bahwa keterlambatan, penundaan, pembatalan dan akhirnya menyebabkan penghentian uji klinis ini akan memiliki efek jangka panjang pada pengembangan obat baru. Sehingga beberapa obat baru akan tertunda tercipta. Hal ini akan memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, atau mungkin tidak akan pernah tercipta.

Tetapi, disisi lain, ada bidang-bidang LitBang yang bisa di sinergiskan, untuk penanganan lintas keluarga virus Covid-19 dan Non-Covid-19. Terutama dalam hal pencarian obat. Salah satu contohnya yang dipaparkan adalah Remdesivir. Obat yang tercipta untuk pengobatan hepatitis C, dan dicoba digunakan untuk melawan penyakit Ebola – tetapi gagal, sekarang ini sedang ditata ulang dan diupayakan untuk diaplikasikan memerangi virus corona.

Selain, berakibat pada tertundanya usaha pencarian obat baru non-covid 19, pandemik ini juga mengimbas pada penundaan jangka panjang di area terapeutik. Yaitu kiat mendapatkan cara penanganan yang paling tepat. Yang tercipta dari komunikasi yang baik antara perawat dan pasien. Dimana ini unik untuk per kasusnya. Kegiatan ini sangat bergantung pada jumlah kesempatan temu muka kedua elemen tersebut, yang terhambat karena himbauan harus berdiam dirumah.

Ternyata, banyak sekali imbas Domino yang dibebabkan oleh wabah Covid-19. Yang jelas, semua orang akan lebih percaya terhadap keampuhan vaksin daripada obat. Yang entah kapan akan terlegalisir untuk vaksin ini bisa diterapkan. Mungkin butuh lebih dari 3 tahun, karena uji klinis dan perijinan dari badan perijinan terkait yang memakan waktu lama.

Berbasis pada fakta diatas, telah mengakibatkan pula pada berkurangnya jumlah dikeluarkannya resep dan turunnya penjualan obat. Tentunya berujung pada dampak ekonomi.

Jadi, kaum medis sebagai garda depan tidak hanya mempertaruhkan nyawanya saja, tetapi juga, link ruang lingkup kerjanya diperlukan keseimbangan fokus dana LitBang yang jitu. Keseimbang LitBang antara penanganan Covid-19 dengan penyakit lainnya. Tidak boleh dianggap ringan dan terabaikan. Karena dapat menginisiasi terjadinya wabah penyakit lain yang imbasnya tidak kalah buruk dibandingkan dengan Covid-19 di kemudian hari.

(Oleh : Geni Rina Sunaryo)

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA