by

Balada Puspita Si Anak Desa

Cerpen esai oleh Dolorosa Sinta

KOPI, Malang – Kemalangan sudah tak dapat dihindari oleh Puspita. Baru dua bulan ia menjalani tahun ke-tiganya di kampus Biru, sudah akan dipulangkan ia ke kampung halaman. Padahal seminggu yang lalu ia masih bebas mondar-mandir coffee shop satu ke coffee shop yang lain bersama teman-temannya. Jangankan seminggu yang lalu, dua hari yang lalu ia baru saja menjadi artis sehari karena banyak teman datang ke depan fakultas ingin berfoto bersama untuk merayakan rampungnya dunia permagangan yang ia jalani. Siapa sangka per dua puluh enam Maret dua ribu dua puluh Kampus Biru resmi ditutup sampai akhir semester, yang artinya pembelajaran akan dilakukan secara daring (1). Tidak ada satupun mahasiswa yang boleh datang ke Kampus Biru, bahkan sidang skripsi saja harus dilakukan secara daring. Puspita membaca surat edaran tertanda rektor itu dengan menghembuskan nafas berat berkali-kali. Mengerikan. Generasinya sangat sial hingga harus menghadapi keadaan sedemikian rupa.

Grup di beberapa aplikasi obrolan yang ia miliki tengah ramai dengan isu bencana yang menyebabkan banyak kegiatan di negerinya dihentikan, bahkan Kampus Biru kebanggaannya. Sepekan sudah ia berdiam diri di kamar indekos-nya, sesuai himbauan pemerintah, dengan tetap mengerjakan ujian tengah semester yang akan berakhir empat hari lagi. Sepekan pula isu bencana yang ia dengar sejauh ini sudah menjelma menjadi fakta.

Kemalangan sudah benar-benar menimpa seluruh negeri. Covid-19, virus ajaib yang telah menjadi topik utama pembicaraan setiap orang, sanggup mengubah sistem pemerintahan, pendidikan, ekonomi, dan hampir semua aspek kehidupan sekarang dikendalikan olehnya. Virus asal China itu katanya dapat menular lewat jabat tangan, dan kasus terparah yang ditimbulkan adalah kematian (2). Tak heran kalau kegiatan yang mengharuskan adanya kerumunan perlu dihentikan sementara waktu.

Sebagai anak rantau, meskipun hanya perantauan antar kota, Puspita merasa takut dengan situasi yang ada. Jujur saja ia takut kelaparan, karena hampir semua warung makan langganannya memutuskan untuk menutup diri pula layaknya Kampus Biru. Sang ibu tak henti-henti memerintahnya untuk pulang, tapi pemerintah tak mengijinkan siapapun bepergian (3). Maju kena mundur kena. Mau bagaimana lagi. Mungkin melanggar kebijakan pemerintah untuk saat ini perlu ia lakukan demi keberlangsungan hidupnya.

Meskipun resiko menularkan virus kepada sanak di rumah cukup mengkhawatirkan hatinya sejak semalam, Puspita tetap memutuskan untuk pulang kampung keesokan paginya. Berbekal selusin masker dan handsanitizer  ia pulang ke kampung halaman, dengan kereta api yang sangat sepi penumpang (4). Seketika ia teringat film Train to Busan.

Sido moleh a kon?” sapa seorang teman via whatsapp

yo sido, Wat. Sanguku entek suwi-suwi ning kene. Bapakku sepi job, ora iso ngirimi neh” balasnya pada Wati, Arek Suroboyo, yang juga tengah memantapkan hati untuk pulang kampung. Bukan hanya takut menularkan virus pada sanak saudara di rumah, Wati juga dilema karena Surabaya merupakan zona merah penyebaran Covid-19 (5). Sungguh malang si Wati, tetap di kota ini bisa mati kelaparan, pulang kampung juga bisa mati dibunuh virus.

“Hati-hati lho, Pit. Umur tidak ada yang tahu” balas Wati dengan doa yang terdengar lebih menakut-nakuti.

“husssh, mulutnya ndak pernah sekolah ya”

Di kampung halaman sudah lebih dari sebulan, namun keadaan tidak lebih baik. Puspita si anak desa, untuk kuliah daring saja ia harus mengungsi ke rumah tetangga, demi nebeng Wi-Fi. Kampus Biru memang menyediakan paket data gratis untuk kepentingan perkuliahan (6), tapi tidak sekalian membangun tower di desa Puspita, sehingga paket data tersebut sia-sia saja. Jangankan mengakses google meet dan sejenisnya, berkirim obrolan via whatsapp saja sukar.

Namun bagaimana pun keadaan, kehidupan harus terus berjalan, perkuliahan pun tak kenal jeda, jadi ya sudah Puspita manut saja. Setidaknya masih ada hal yang dapat disyukuri di tengah pandemi ini. Dua puluh empat jam per tujuh, Puspita dapat berkumpul bersama keluarga. Bayangkan saja betapa sedih teman-teman asal luar pulau yang tak dapat pulang, karena kabarnya penerbangan baik dalam maupun luar negeri tidak dijadwalkan lagi (7). Paling penting di antara semua itu adalah Puspita dapat makan teratur tanpa perlu susah payah memasak atau berjalan satu kilo meter demi sebungkus nasi goreng. Meskipun uang jajan jadi mandeg karna pengeluaran rumah tangga harus ditahan sebisa mungkin.

Buk, apa ora ana camilan iki kanggo kanca nggarap tugas?” pernah suatu kali Puspita mencoba peruntungannya.

ana-ana wae penjalukmu iki. Melu bapakmu menyang ladang kae, yen pengen camilan njebol tela wae mengko ibu gorengna” ujar sang ibu.

walah, Bu. Luwene saiki, kok malah dikengken njebol tela. Sampun, mboten siyos luwe” jawabnya sedikit kesal.       

Puspita memutuskan untuk menyusul Bapaknya ke ladang, tak banyak yang dapat ia lakukan, selain absen wajah di hadapan sang Bapak. Setelah dipikir berkali-kali, kasihan juga Bapaknya. Pagi hingga sore mengurus ladang, karna kantor bapak diliburkan sementara waktu (8), malam sampai pagi dapat jatah ‘siskamling’. Memang ada-ada saja musibah akibat Covid-19. penyebarannya belum reda, sudah ada penyebaran lain yang ikut andil menakut-nakuti masyarakat. Penyebaran maling. Sejak diberikannya asimilasi terhadap sebagian narapidan di negeri ini (9), hampir setiap hari ada laporan tindak kejahatan. Begal, jambret, maling motor, maling sapi, maling perhiasan. Orang-orang tidak lagi takut mati karna corona, tapi takut mati ditebas rampok.

Hal tersebut berhasil membuat risau hati Puspita. Setiap hari, setelah pukul tujuh malam, Puspita sepakat dengan ibunya untuk mengunci pintu rumah. Menghindari hal yang tidak-tidak. Setiap malam menjelang tidur, Puspita harus terlebih dahulu menyimpan laptop miliknya di dalam lemari. Bukan laptop-nya merupakan laptop keluaran terbaru dengan harga yang sangat tidak manusiawi, tetapi seluruh data-data keperluan perkuliahan ada di dalamnya. Kalau sampai laptop itu raib, pupus sudah harapannya untuk lulus tepat waktu. Berjaga-jaga saja, bagaimana pun maling memiliki seribu siasat untuk maksiat.

Sampai kapan kehidupan akan seperti ini. Diterkam jenuh, kesusahan, dan rasa takut. Namun, jika berkenan merenung lebih dalam, sesungguhnya Covid-19 memang memberikan kesempatan untuk berhenti sejenak. Memberikan ruang untuk memperbaiki kehidupan, meskipun dengan cara yang mematikan. Puspita teringat pesan bapaknya sore tadi, di ladang jagung, “pasrahke wae menyang sing kuasa, manungso mung bisa urip setiti lan ngati-ati”.

Ada benarnya perkataan Bapak, bisa dibilang berkat corona, beberapa jiwa yang mulai undur sedang mencoba merayu Tuhan-nya kembali supaya kesusahan segera berlalu dari hidupnya, yang sembrono dengan hidupnya sedang kebanyakan waktu menata kembali segala yang hancur. Bayangkan saja, betapa indah kalau suatu hari Covid-19 pergi dari dunia ini, tetapi kebiasaan-kebiasaan baik yang diakibatkannya tidak ikut pergi.

Catatan kaki:

1. Surat Edaran Nomor : 3071/UN10/HK.05.4/2020 Tentang Peningkatan Tindakan Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19)

2. https://www.enervon.co.id/news/782/hindari-jabat-tangan-untuk-cegah-penyebaran-virus-corona/

3. https://www.jawapos.com/jpg-today/16/03/2020/berlaku-rabu-pemkot-tutup-akses-keluar-masuk-kota-malang/

4. https://www.liputan6.com/regional/read/4235766/pandemi-covid-19-jumlah-penumpang-kereta-api-turun-drastis-di-stasiun-malang

5. https://tirto.id/surabaya-masuk-zona-merah-risma-didesak-buka-data-sebaran-covid-19-eG7W

6. https://bits.ub.ac.id/fasilitas-paket-kuota-khusus-dari-telkomsel-dan-im3-ooredoo/

7. https://bisnis.tempo.co/read/1334866/kemenhub-tutup-seluruh-penerbangan-penumpang-dalam-dan-luar-negeri

8. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4232244/diperpanjang-lagi-pns-kerja-dari-rumah-hingga-13-mei-2020

9. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200426173911-12-497429/napi-dilepas-bikin-resah-kebijakan-asimilasi-yasonna-digugat

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA