by

Aku Ingin Pulang

Cerpen esai oleh Fany Ramadhani

KOPI, Jakarta – Ramadhan tahun ini sangat berbeda bagiku. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tahun 2020 ini menjadi Ramadhan yang berat bagiku. Bukan hanya bagiku, tapi juga seluruh umat muslim di seluruh dunia.

Wabah penyakit yang terjadi tahun ini, tepatnya akhir 2019 lalu membuat suasana Ramadhan menjadi berbeda. Corona virus yang muncul di Wuhan, China menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia (1).

Keberadaanku yang jauh dari keluarga, tentu saja membuat mereka khawatir denganku.

“Kapan kamu akan pulang?”, Tanya ibu saat meneleponku saat isu tentang wabah penyakit ini menyebar luas di tengah masyarakat.

“Aku masih kuliah seperti biasa Bu”, jawabku.

Itu adalah percakapanku saat awal bulan Maret lalu dengan ibu.

Keadaan yang masih aman di ibukota membuatku untuk tetap tinggal di sini untuk sementara waktu sembari menunggu keputusan pihak kampus.

Beberapa hari berlalu hingga pada tanggal 16 Maret ditetapkan perkuliahan secara daring oleh kampusku. Ketentuan itu hingga tanggal 4 April. Itu disebabkan karena telah ada kasus positif terinfeksi corona di sini (2).

Aku memilih untuk tetap tinggal di sini sementara menunggu perkuliahan tatap muka dilakukan.

Melihat situasi yang semakin memburuk, ibu kembali menghubungiku.

“Situasinya tidak memungkinkan, pulanglah sekarang”, ibu mulai mendesakku untuk segera pulang.

Tapi, aku masih menunggu informasi selanjutnya tentang perkuliahan tatap muka.

Beberapa hari kemudian, aku mendapat informasi bahwa perkuliahan secara daring akan diperpanjang hingga 24 April.

Waktu yang tersisa hingga tanggal 24 April hanya tinggal kurang dari seminggu. Akan terasa sia-sia jika aku pulang sekarang.

Aku kembali memutuskan untuk tinggal di sini sementara melakukan perkuliahan secara daring.

“Mengapa kamu tidak pulang? Sebentar lagi bulan puasa”, ibu berkata melalui telepon dengan nada khawatir.

Jika aku pulang sekarang, aku akan kembali dalam waktu dekat untuk perkuliahan tatap muka. Itu sama saja membuang waktu. Lebih baik aku tetap di sini.

“Aku akan tinggal di sini dulu Bu”, jawabku.

Aku tahu ibu sangat mengkhawatirkanku tinggal sendiri di sini. Apalagi menjelang Ramadhan.

Setelah menunggu hingga beberapa hari menjelang perkuliahan, aku kembali mendapat surat edaran kampus bahwa perkuliahan akan ditunda hingga tanggal 22 Mei.

Hal itu dilakukan karena korban yang terinfeksi semakin meningkat tiap harinya. Provinsi DKI Jakarta menempati posisi teratas untuk kasus corona virus (3).

Dengan angka kematian mencapai ratusan korban terhitung hingga akhir April.

Tentu saja itu membuatku sedikit menyesal karena selalu menunggu. Aku harus menjalani ibadah puasa sendiri di sini.

Itu adalah sesuatu yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Saat itu juga aku ingin pulang.

Singkat cerita, kampusku mengeluarkan surat edaran resmi menyatakan bahwa perkuliahan secara daring akan dilaksanakan hingga akhir semester.

Saat itu juga, aku langsung berpikiran akan segera pulang. Dengan mengemasi barang-barangku ke koper, dengan senyum bahagia aku langsung menelepon ibu.

“Bu, aku akan pulang”, ucapku dengan bahagia pada ibu.

Aku berencana akan pulang pada akhir April. Dengan segera aku mengecek tiket pesawat.

Tetapi ada hal tak terduga yang terjadi. Larangan mudik akan diberlakukan mulai dari tanggal 24 April hingga waktu yang ditentukan (4).

Penyebaran virus yang terus meningkat signifikan, membuat pemerintah berbagai daerah segera mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan corona virus (5).

Beberapa daerah telah menetapkan status lockdown (6). Kebijakan ini membuat para perantau tidak dapat balik ke kampung halamannya masing-masing.

Sebelumnya telah diterapkan kebijakan social distancing (7). Upaya yang dilakukan ini dapat menghambat penyebaran virus dari satu orang ke orang lainnya.

Sekarang aku benar-benar menyesal untuk tetap menunggu keadaan membaik di sini. Bukannya membaik, sekarang malah semakin parah.

Aku harus menjalani ibadah puasa sendiri di sini. Mengingat aku tak pernah menjalani Ramadhan tanpa keluarga, aku merasa takut tak bisa melakukannya.

Puasa seharusnya menjadi hal yang menyenangkan bagiku. Ramadhan sebelumnya yang masih berkumpul dengan keluarga membuatku merindukan masa-masa itu.

“Bu, kita akan masak apa hari ini?”, tanyaku pada ibu yang memasak menyiapkan menu buka puasa.

Masa-masa itu tak akan aku rasakan di Ramadhan kali ini. Aku bahkan tak bisa melakukan Shalat tarawih di mesjid (8).

Penyebaran corona virus terus meluas hingga ke seluruh daerah di Indonesia. Tak terkecuali daerahku, Sumatera Barat.

Korban terkena covid-19 (9) terus meningkat di berbagai daerah. Tingkat penyebarannya yang sangat cepat membuat sejumlah rumah sakit disiagakan untuk menampung korban.

Sumatera Barat mengalami peningkatan jumlah korban akibat corona virus setiap harinya. Hal itu membuatku cemas dengan keluargaku.

Tengah malam di saat puasaku yang ketiga, aku menelepon ibu karena sangat mencemaskan keadaan dikampung.

“Bu, apa semuanya baik-baik saja?”, tanyaku dengan nada cemas. Berharap semuanya baik-baik saja di tengah pandemi corona ini (10).

“Semua baik, kebijakan di pusat kini telah berlaku di sini”, jawab ibu. Mengetahui hal itu membuat aku sedikit merasa tenang.

Ketersediaan masker yang terbatas di sini membuatku takut jika ibu di sana juga. Bahkan aku tak dapat membeli masker lagi karena habis diborong.

“Bagaimana puasamu hari ini?”, ibu kembali bertanya padaku.

“Baik-baik saja”, jawabku singkat. Padahal sebenarnya aku benar-benar tak tahan untuk berpuasa sendirian. Tapi aku tak bisa mengatakannya. Aku tak ingin membuat ibu semakin mengkhawatirkanku.

Jalanan yang biasanya ramai mendadak menjadi sepi. Orang-orang yang biasanya ke mesjid menunaikan Shalat sekarang tak ada lagi.

Hanya suara azan yang diputarkan oleh penjaga mesjid. Kota besar yang biasanya dipenuhi oleh hiruk pikuk berubah menjadi hening.

Corona telah mengubah segala hal. Ramadhan yang harusnya disambut dengan meriah dilakukan dengan diam. Silaturahmi yang biasanya berjabat tangan sekarang dilakukan dengan pesan singkat.

Tersentak dalam lamunan membuatku berpikir. Bahwa aku hanya ingin pulang. Tak lebih daripada itu. Keinginan sederhana yang nyatanya tak bisa kulakukan.

Walaupun begitu, Ramadhan tetaplah bulan suci yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim.

Teringat pesan sederhana guruku, bahwa apa pun yang terjadi adalah kehendak yang maha kuasa. Sudah seharusnya kita bersyukur terhadap apa yang kita dapatkan saat sekarang ini. Karena masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan untuk menyambung hidup.

Aku akan lebih bersyukur pada-Nya sekalipun dalam keadaan yang seperti ini. Karena Ramadhan ini sedikit banyaknya telah menyadarkanku arti bersyukur dan menikmati hidup.

Aku sadari bahwa aku jauh dari kesempurnaan dalam beribadah. Meninggalkan Shalat adalah kebiasaanku ketika masih tinggal bersama keluargaku. Tidak berpuasa juga hal yang biasa aku lakukan sebelumnya.

Aku berpikir aku mempunyai keluarga yang akan selalu ada untukku. Tapi sekarang aku menyadari bahwa hanya Allah SWT yang mampu menyelamatkan kita dari segala situasi dan kondisi.

Ramadhan yang sungguh membawa berkah padaku ditahun ini.

Tak terasa, aku telah melamun hingga pagi. Aku tak tidur semalaman merenungi diriku sendiri.

Setiap hari memandang foto keluarga sederhana ini membuatku semakin rindu akan masa-masa dikampung.

Catatan kaki dari cerpen esai “Aku Ingin Pulang” adalah sebagai berikut:

(1) Kemunculan virus corona pertama kali https://otofemale.grid.id/amp/372021018/jadi-tempat-pertama-kali-munculnya-virus-corona-tengok-jalanan-di-wuhan-yang-sudah-seperti-kota-mati?page=all

https://www.google.com/amp/s/batam.tribunnews.com/amp/2020/01/31/sejarah-asal-virus-corona-kini-terungkap-dari-tempat-inilah-pertama-kali-virus-muncul-menyebar

(2) Keterangan mengenai kemunculan korban virus corona pertama di Indonesia https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/beritadetektif/5e6f4ab6d541df4999338852/beginilah-kronologi-kasus-pertama-corona-masuk-ke-indonesia

(3( Data penyebaran virus corona di beberapa wilayah di Indonesia https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200326070039-20-486907/daftar-wilayah-transmisi-lokal-virus-corona-di-indonesia

(4) Aturan larangan mudik https://m.liputan6.com/news/read/4234580/headline-jokowi-larang-mudik-lebaran-2020-bagaimana-aturan-dan-sanksinya

(5) Penjelasan mengenai virus corona https://www.alodokter.com/virus-corona

(6) Penjelasan mengenai lockdown https://www.alodokter.com/memahami-istilah-lockdown-yang-mencuat-di-tengah-pandemi-virus-corona

(7) Penjelasan mengenai social distancing https://www.alodokter.com/pentingnya-menerapkan-social-distancing-demi-mencegah-covid-19

(8) Larangan melaksanakan shalat tarawih di mesjid https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/indonesia-52408357

(9) Penjelasan mengenai covid-19 https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public

(1)) Penjelasan mengenai pandemi corona https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/artikel/covid-19-ditetapkan-sebagai-pandemi-apa-artinya/amp

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA