by

Senyum Getir Juliana di Tengah Pandemi

Cerpen oleh UG Dani

KOPI, Bekasi – Hari pertama Ramadhan, saat usai sahur Juliana tampak lesu menatap dinding kamar, cuma  seteguk air putih  dan sesuap nasi dengan lauk ala kadarnya Juliana tidak berselera untuk menghabiskan makan sahur,

” Ayo dihabiskan nak..sebentar lagi Imsak, ” kataku kepada Juliana namun Juliana tetap tak mau menghabiskan makan sahurnya, mungkin karena tak ada masakan istimewa dan hanya telur dadar dengan sepotong tempe, fikirku.

Sesekali aku mengusap mataku yang sedikit meneteskan air mata, aku tak mau anakku melihat kesedihan ini dengan kondisi saat ini aku tetap semangat menjalani hari-hariku untuk mencari kebutuhan hidup, tapi kondisi hari demi hari kian terpuruk apalagi saat wabah Covid-19 ini melanda dunia.

Hinga waktu subuh  dan selelesai sholat,  Juliana tetap mengurung diri di kamar,  duduk diatas kasur yang mulai lepek karena lembab di kamarnya, matanya yang kosong seakan menerawang jauh entah apa yang ia fikirkan, wajahnya yang pasi lantaran belum sempat pergi ke kamar mandi.

Hampir jam 9 pagi, Juliana belum beranjak dari tempat tidurnya fikirannya masih terbayang saat atasannya memberhentikan dari perusahaannya lantaran wabah pandemi Covid-19  yang juga sangat dirasakan semua masyarakat saat ini.

Tak terkecuali dengan Juliana yang saat ini juga akan melangsungkan pernikahan dengan pria pilihannya, namun sayang nasib serupa juga yang dialami Jo pria idaman Juliana.

” Ini adalah gajih terakhir ku yah..hari ini aku udah ga kerja lagi, ” ucap Juliana sembari menyodorkan struk gaji terakhirnya kepadaku.

Aku tak bisa berucap, bibirku terasa kelu saat Juliana megatakan baru saja diberhentikan bekerja, sedih dan  aku hanya membathin.

” Sabar ya nak..semoga ada yang lebih baik lagi, Insya Allah jika wabah ini mulai membaik kita cari lagi..”  hiburku memberikan semangat.

Juliana adalah anak pertamaku yang baru saja tumbuh dewasa dan mulai belajar bekerja walau gaji kecil, aku sebenarnya sangat senang melihat anakku baru saja belajar bekerja, Juliana belum setahun lulus di sekolah kejuruan es-em- ka di bilangan Bogor.

Juliana anak yang periang dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan, apalagi saat ini Juliana sudah mempunyai pria pilihannya sehingga keceriaannya tampak terlihat, dan bahkan rencananya usai lebaran mereka akan melangsungkan pernikahan.

Namun keceriaannya yang kulihat saat ini tampak pudar, tak kulihat lagi candanya saat ia diberhentikan bekerja yang juga dialami Jo pria pilihannya.

Jo sendiri pernah datang kepadaku bersama orang tuanya dengan maksud untuk meminang, Jo berterus terang rencana pernikahannya dengan anakku Juliana ada kendala situasi yang tidak menguntukan, dan Jo berterus terang tak ada persiapan untuk pernikahannya apalagi saat kondisi seperti ini.

Serba sulit entah sampai waktu yang belum pasti keadaan yang membuat masyarakat saat ini tidak menentu, untuk mencari kerja lagi Jo dan Juliana rasanya sulit karena masih diberlakukan  pembatasan berskala besar sehingga Jo dan Juliana harus mengalami nasib yang tak menentu.

Jangankan untuk perayaan hari pernikahan yang memang belum diperbolehkan oleh pemerintah namun untu makan saja saat ini sudah mulai terasa, bantuan yang digaungkan pemerintah tidak semuanya terealisasi sehingga Jo hanya pasrah.

” Maaf pak..saya juga dari keluarga yang tidak mampu, mungkin saya tidak bisa kalau untuk menikah seperti pada umumnya dan saat ini saya sudah tidak punya simpanan, ” ujar Jo saat berunding soal rencana pernikahnnya.

” Terus terang saja, mungkin saya hanya bisa membawakan uang ala kedarnya untuk biaya pernikahan dengan Juliana..aku hanya punya lima juta…”   ucap Jo sambil berkaca-kaca matanya.

Aku hanya diam entah harus berkata apa, sementara Juliana juga tampak sedih mendengar pengakuan Jo yang memang saat ini kondisinya serba sulit imbas wabah yang membuat sendi kehidupan tampak lesu, perekonomian kian terpuruk.

Sementara itu aku dan istriku belum bisa memberikan jawaban sepatah katapun, kami hanya diam tertunduk lesu, bukan kami menolak kemiskinan Jo, kami masih dini untuk memikirkan Juliana untuk menikah tapi mereka saling mencintai dan rencananya sudah diketahui tetangga soal pernikahan yang akan dilangsungkan usai lebaran.

Aku semakin bingung dan kalut, belum lagi Juliana anakku yang semakin hari semakin murung tentu akan lebih kecewa dan menyakitkan jika hari pernikahanya sampai gagal  karena berita ini sudah tersebar dari mulut ke mulut.

Sementara saat ini anjuran pemerintah masih diberlakukan untuk tidak boleh mengadakan pesta pernikahan, masalah yang kedua juga terbentur dengan keuangan.

Dengan uang lima juta cukup buat apa, fikirku dengan dalam apalagi saat ini aku juga belum siap soal keuangan, yah..maklumlah, aku hanya bekerja independent pada media yang belum mapan dan bahkan aku juga tidak memiliki penghasilan tetap, namun meskipun demikian idealisme sebagai seorang jurnalis tetap kupagang teguh untuk tidak melacurkan profesi walau sepahit apapun, bagiku suasana yang terjadi saat ini sudah kujalani jauh sebelum wabah ini melanda dunia.

Sehingga kesulitan ekonomi yang kujalani sudah terbiasa bagiku, terlebih saat Covid-19 ini melanda Indonesia, aku hanya bisa berdoa semua wabah ini cepat berakhir.

                                                          ****

Usai berbuka puasa, saat menunggu waktu isa  cuaca tampak mendung, semilir angin mengahampiriku seakan mengajaku untuk bangkit dari dudukku yang sedari tadi di depan secangkir kopi yang hampir dingin.

Sebatang rokok baru saja kuhisap sisa semalam yang tinggal sebatang, tanpa kusadari Juliana disampingku menemaniku untuk menikmati kopi.

” Bagaimana Ayah…soal Jo ?.. ” katanya memulai obrolan, aku masih terdiam sejak kemarin tidak bisa berkata, gembira bercampur sedih.

Gembira karena sebentar lagi anakku akan melangsungkan pernikahan, sedih lantaran aku tidak bisa memberikan apa-apa, apalagi pesta, rasanya mustahil dengan uang lima juta, aku berfikir dalam apa yang terjadi jika pernikahannya ditunda dua atau tiga tahun lagi, namun aku dihadapkan dengan dilema lingkungan aku harus jawab apa ?

Setelah mengalami pergulatan bathin yang cukup hebat akhirnya aku mengalah dan menyerahkan kepada keputusan yang sudah direncakankan.

” Begini saja, kalau kamu memang sudah bulat, dan saling mencintai..ayah sebagai orangtua hanya mendukung dan memberikan doa restu, biarlah kamu laksanakan pernikahan ini tanpa pesta

..Insya Allah kalau ada rezeki dan suasananyanya sudah memungkinkan baru ayah cari uang untuk pesta pernikahanmu..” ucapku memberi keputusan sambil kuhisap sebatang rokok yang hampir habis…

Sejalan dengan itu catatan inipun akan ku akhiri dulu, sambil menunggu waktu yang tak pasti entah sampai kapan susana akan kembali pulih dan semoga wabah ini juga cepat berakhir seiring dengan beban penderitaan bathin yang terus berkecamuk  tentang nasib yang berjuang untuk bisa bertahan dengan kondisi sulit saat ini.

Yang terpenting adalah segeralah bersujud mumpung masih diberi waktu, meminjam tutur dari lagu Ebiet G Ade, kita hanya berharap semoga wabah yang sedang melanda ini akan segera sirna dan hanya kepada Tuhanlah kita memohon.

Mungkin Tuhan akan memberikan jawaban dari hikmah yang terjadi saat ini semoga rekaman peristiwa yang luar biasa ini akan menjadi pelajaran kita semua untuk lebih dekat dengan sang pencipta.

Dari kejadian ini yang mengundang semua perhatian publik kita bisa menggali hikmahnya seperti yang dialami Juliana, kita bisa berharap dengan wabah yang tengah melanda ini kita harus tetap optimis meskipun belum tahu akan berakhir meskipun himpitan ekonomi kian berat membebani kita akibat dampak wabah yang membuat kita harus terseok untuk tetap semangat dan berjuang, semoga  dengan datangnya Ramadhan kita berharap lebih banyak untuk mendekatkan diri agar semua cobaan ini bisa kita hadapi dengan sabar dan menyerahkan semua urusan kepadaNya, apapun permasalahan yang kita hadapi tetap optimis dan percaya akan bisa kita atasi berkat kehendakNya, terlebih disaat Ramdhan yang penuh ke agungan mari kita meniti untuk istiqomah satukan hati untuk tetap menjadikan jiwa yang tangguh menghadapi segala macam cobaan.

Selesai.

Catatan Kaki

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA