by

Aktivis Itu Meminta Pak Menteri Mundur

Serial Suara Batin di Era Virus Corona

Sebuah Cerpen Esai (1)

KOPI, Jakarta – Meja makan itu berubah menjadi meja kerja. Ada laptop dan mesin cetak. Berhamparan print out dari berita online.

Kubaca judul yang mentereng. “Koalisi Masyarakat Sipil meminta Menteri Kesehatan Terawan mundur karena tidak kompeten menghadapi wabah Virus Corona. Koalisi ini terdiri dari aneka LSM: Walhi, YLBHI, Kontras, Amnesty Internasional, dll.” (2)

“Pak Janggi bekerja sampai subuh, Gan,” ujar mpok Nina memecah konsentrasiku, sambil menyajikan teh hangat. Entah mengapa ia lebih senang memanggilku “Gan.” Katanya singkatan juragan. Ia tak pernah menyebut namaku Pak Fatah, misalnya.

“Kok kamu tahu Janggi kerja sampai subuh?” tanyaku. “Waktu saya mau wudhu shalat subuh, Pak Janggi baru masuk kamar.”

Janggi adik kandungku. Kami hanya berdua saja kakak-adik. Ibu dan Ayah sudah lama berpulang.

Semalam, hari ketiga tahlilan istrinya yang baru wafat. Istrinya, Dewi, terkena virus corona. Janggi yakin sekali Dewi korban dari rumah sakit rujukan yang salah urus.

Janggi agaknya mempersiapkan gugatan kepada pemerintah.

Kubaca lagi aneka print out yang ia beri catatan.

“Menteri Terawan menantang Harvard membuktikan Indonesia ada Virus Corona” (3). “Menteri Terawan marahi wartawan yang pakai masker” (4). “Indonesia gemar berdoa sehingga bebas corona” (5).

Kulihat juga stabilo yang Janggi tandai dalam pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil. Isinya prihatin Menkes Terawan nampak pongah, anti science, menggampangkan virus corona. Terbukti pernyataannya banyak salah. Ia mengatakan mereka yang sudah sembuh dari serangan virus corona akan imun alias kebal. Kenyataannya tidak.

Koalisi Masyarakat Sipil minta Jokowi mencopot Menteri Kesehatan. Terawan, menurut koalisi itu, tak akan mampu memimpin kita menghadapi krisis Virus Corona.

Sempat kubaca juga print out lain, yang juga distabilo. “Sulitlah Menteri Kesehatan memimpin para dokter. Ia sendiri pernah kena sanksi IDI, organisasi dokter yang menjadi induk. Bagaimana ia mampu memimpin organisasi yang pernah memecatnya?” (6)

“Gan, apakah Pak Janggi perlu saya bangunkan?” tanya Mpok Nina lagi. “Tak usah,” ujarku. “Biar saja. ia lelah. Biarkan ia bangun sendiri.”

-000-

Ini rumahku. Namun sudah 6 bulan kupinjamkan kepada Janggi karena ia menikah. Aku tinggal di rumahku yang lain.

Semua isinya tak berubah. Aneka foto di dinding tetap sama. Kecuali di ruang keluarga. Ada foto Janggi dan istrinya, Dewi. Sedih melihat foto itu. Baru 3 bulan mereka menikah.

Ada foto aku dan Janggi di masa kecil. Foto itu tetap di sana. Beda usia kami cukup jauh. Aku kini 40 tahun. Janggi 32 tahun.

Di dinding itu, tetap ada lukisannya sendiri. Ia menambahkan kata yang sering kupesankan padanya. Itu kutipan Jalaludin Rumi. “Mulailah perjalanan panjang, berlayar ke dalam dirimu sendiri.”

Acapkali Janggi bertanya: “Kak Fatah, apa rahasianya sehingga kakak bisa tumbuh besar seperti sekarang?”

Ujarku: “Siapa pun yang ingin tumbuh besar dan ekstra, ia harus pernah berlayar ke dalam diri. Ia harus pernah merenung panjang, tentang apa yang ia cari. Segala hal akan meledak dari sana.”

Jawab Janggi, “Waduh! Aku tak punya waktu untuk merenung panjang, Kak!” Aku jawab, “Waktu untuk itu akan datang Janggi. Tanpa kita duga.”

Sejak dulu terasa jiwa sosial Janggi yang tinggi. Ia pun berkali-kali menjadi pemimpin organisasi aktivis.

Sepuluh tahun lalu, ayah berpulang, mengikuti ibu yang wafat terlebih dahulu. Harta warisan kami jual dan uangnya dibagi rata.

Aku gunakan harta warisan itu sebagai modalku membangun bisnis. Hasilnya bisa membeli rumahku, dan rumah ini. Tapi Janggi menggunakan warisan itu untuk kegiatan sosialnya.

“Kak Fatah,” ujarnya, “aku sudah punya jaringan perpustakaan keliling di daerah terpelosok. Dana ini kujadikan modal memperluas jaringan. Kasihan Kak, mereka yang di pinggiran tak punya akses untuk membaca buku.”

“Dirimu tak ingin beli rumah, Dik? Atau sebagian kau gunakan untuk bisnis?” tanyaku. “Aku belum terpikir ke sana. Nantilah soal itu. Manfaatnya lebih besar jika aku perkuat perpustakaan keliling.“

“Ini juga bisa menjadi amal jariah untuk ayah dan ibu. Orang-orang kecil terbantu bisa membaca buku, menimba ilmu dengan gratis.”

Janggi pun bercerita pasukan unik perpustakaan kelilingnya. Ada Kuda Pustaka. Kuda ini diselempangkan terpal berisi rak buku di kanan-kirinya (7) Kuda mendatangi daerah terpencil. Orang berkumpul di sekitar kuda sambil membaca buku.

Ada bemo penebar ilmu. Aneka bemo yang sudah tak terpakai, belakangnya diubah menjadi rak buku. Bemo ini mangkal di beberapa lokasi. Juga banyak orang bisa berkumpul di sekitar bemo sambil membaca buku.

Ada Angkot Pustaka. Beberapa mobil angkot dimodifikasi, ditambahkan rak untuk buku. Penumpang jarak jauh, sambil duduk di angkot bisa lihat-lihat buku itu. Jika minat membaca, mereka bisa meminjam dengan meninggalkan KTP.

Ada juga motor pustaka. Motor itu membawa terpal rak buku di sisi kanan dan kiri. Motor bisa berpindah-pindah ke pelosok desa. Menghampiri siapa pun yang ingin membaca buku gratis.

Dalam kegiatan inilah, Janggi berjumpa Dewi setahun lalu. Dua-duanya punya jiwa sosial, aktivis, ingin membantu. Tapi mereka juga punya keberanian untuk protes atau melawan jika merasa ada ketidakadilan.

-000-

Sehari setelah istrinya wafat, aku menemani Janggi di ruang ini. Aku mendengar curhatnya hingga jam 2.00 pagi.

Sebagian uang yang mereka terima dari hadiah perkawinan, mereka belikan banyak sembako. Berdua mereka bagi-bagikan sembako pada rakyat kecil.

Akibat Virus Corona, rakyat kecil menjadi segmen yang paling anjlok. Janggi dan Dewi, dengan dana sendiri, dan danotur, giat membantu. Suatu hari, Janggi dan Dewi kehujanan deras sekali. Berdua basah kuyup.

Dewi jatuh sakit. Batuk dan demam. Janggi yakin itu batuk biasa. Namun karena ini era Virus Corona, ia pun pergi ke rumah sakit rujukan.

“Aku ikuti semua prosedur, Kak,” ujar Janggi. “Dewi diminta untuk masuk ke ruang isolasi. Ia sudah tak boleh pulang. Tapi ruang isolasi itu kecil sekali. Ukurannya hanya 3X4 meter. Isinya ada enam orang.” (8)

“Dewi sudah test darah dan thorax. Hasilnya negatif. Tapi tetap Dewi tak boleh pulang. Ia harus ditest Swab dulu. Hanya test Swab kata suster di sana yang bisa memastikan Dewi terpapar Covid-19 atau tidak.”

“Tapi, ya Ampun, Swabnya baru tersedia dua hari lagi. Kembali Dewi harus menginap di sana, bercampur dengan pasien lain. Ketika Dewi dites Swab, hasilnya juga antre berhari-hari.”

“Dewi itu pengidap diabetes. Riskan baginya jika tertular Virus Corona. Batuk dan deman itu biasa dialami Dewi. Aku yakin Dewi justru terpapar di sana, ketika berdesakan di ruang isolasi.”

Aku diam saja menyimak. Aku tahu, Janggi tidak sedang ingin berdiskusi. Ia hanya perlu teman mendengar.

Ujar Janggi, “Ini gara-gara menteri kesehatan kita terlalu menggampangkan. Akibatnya momen mempersiapkan fasilitas menghadapi virus jadi terlambat.”

“Pasti banyak yang dirugikan sepertiku. Harus ada Class Action warga negara menggugat pemerintah. Agar ini tak terulang lagi.”

Aku kembali hanya mendengar saja.

“Dewi itu gadis baik Kak. Tak seharusnya ia menjadi korban. Ia bagikan hartanya. Ia berikan hidupnya sejak dulu menolong orang. Dewi gadis luhur, Kak.”

Janggi menangis terisak-isak di meja makan ini.

Aku diam. Membiarkan semua emosi Janggi tersalurkan.

-000-

Enam hari sudah aku intens sekali menemani adikku, Janggi. Tiga hari sebelum wafatnya Dewi dan tiga hari setelah wafat.

“Kak Fatah, temani aku di sini.” Janggi menelponku. Ia sudah tak bisa video call dengan Dewi lagi. Dewi mulai koma. Janggi begitu gelisah. Ia merasa ajal Dewi tak lagi lama.

Sore itu, begitu dalam Janggi menangis. Bukan saja karena Dewi wafat. Ia tak boleh mencium kening jazad istrinya. Ia dilarang ikut memandikannya. Bahkan ia diminta melihat proses pemakaman dari jauh saja.

“Ampun, Kak. Aku pernah berjanji padanya. Jika ia lebih dahulu menghadap Tuhan, aku akan memandikan tubuhnya. Aku akan menyuarakan azan di telinganya di dalam tanah, ketika ia direbahkan. Semua tak bisa kutepati.”

Janggi menangis. Menundukkan kepala di meja makan. Tanpa suara. Tapi nampak badannya berguncang-guncang. Aku pun menetes air mata.

Semakin tinggi kemarahan Janggi kepada rumah sakit yang menurutnya salah urus. Semakin besar pula kekecewaannya pada Menteri Kesehatan.

-000-

Aku terus menunggu Janggi bangun. Sekitar jam 14.00, Janggi keluar kamar. Ia segera tahu aku datang.

Panjang sekali kami bicara.

Janggi sendiri yang memutuskan. Ia tak jadi menggugat Pak Menteri. Sampai 40 hari wafat istrinya, ia ingin tapa brata. Menarik jarak dulu. Tafakur.

Janggi menunjuk lukisan itu yang ada kutipan Jalaluddin Rumi. “Mungkin sekarang ini ya Kak. Ini waktuku berlayar masuk ke dalam diri.”

Aku diam saja. Janggi juga diam. Tapi jiwa kami berpelukan.*

April 2020

Catatan

1). Catatan kaki menjadi fondasi cerpen esai. Karena cerpen esai itu fiksi dari kisah sebenarnya. Catatan kaki itu wakil dari kisah sebenarnya.

2). Koalisi Masyarakat Sipil meminta Menteri Kesehatan mundur. Peristiwa ini menginspirasi cerpen esai di atas. https://amp.tirto.id/dianggap-gagal-tangani-corona-menkes-terawan-didesak-mundur-eFKs

3). Menkes Terawan menantang peneliti Harvard untuk membuktikan di Indonesia ada Virus Corona. Tak lama kemudian Jokowi mengumumkan rakyat Indonesia sudah ada yang terkena Corona. https://m.liputan6.com/health/read/4177135/menkes-terawan-tantang-harvard-cek-virus-corona-di-indonesia

4). Menkes Terawan memarahi wartawan yang memakai masker. Tak lama kemudian, ia sendiri memakai masker. WHO meminta publik yang keluar rumah memakai masker. https://amp.tirto.id/menkes-terawan-mengomeli-wartawan-yang-gunakan-masker-di-rspi-eCoE

https://www.who.int/publications-detail/advice-on-the-use-of-masks-in-the-community-during-home-care-and-in-healthcare-settings-in-the-context-of-the-novel-coronavirus-(2019-ncov)-outbreak

5). Menkes Terawan menyatakan warga Indonesia banyak berdoa. Itu yang membuat rakyat Indonesia kuat terhadap Corona. Tak lama kemudian, prosentase angka kematian karena Virus Corona di Indonesia termasuk tertinggi di dunia. https://m.detik.com/news/berita/d-4903100/kala-terawan-andalkan-doa-cegah-virus-corona-masuk-indonesia

6) Faisal Basri menyatakan sulit Menkes membawahi organisasi IDI yang pernah memecatnya. https://palembang.tribunnews.com/amp/2020/03/20/terawan-diragukan-bisa-pimpin-penanganan-virus-corona-sosok-ini-ungkap-awal-menkes-itu-dipecat-idi

7) Tentang perpustakaan keliling, bisa dibaca: https://www.boombastis.com/perpustakaan-keliling-indonesia/98478

8) Berita soal fasilitas tak memadai di Rumah Sakit rujukan Virus Corona, https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/03/17/10185411/ironisnya-pelayanan-di-rs-rujukan-untuk-pasien-covid-19

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA