by

AE dan Covid-19

KOPI, Bekasi – AE Priyono. Itulah nama yang hingga kini melekat di hati para intelektual, prodemokrasi, dan aktivis kemanusiaan. AE — demikian panggilan akrabnya — adalah orang pertama yang mempublikasikan pemikiran-pemikiran keagamaan brilian dari almarhum Dr. Kuntowijoyo, novelis yang juga dosen UGM tahun 1980-an. Saat itu, AE masih mahasiswa Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogya.

AE bersama Mahfud MD dan Hamid Basyaib — adalah redaktur sekaligus penulis produktif di majalah Muhibah UII pada masanya, 1980-an. Ketiganya lokomotif yang melambungkan Muhibah. Aku selalu membaca tulisan-tulisan tiga intelektual muda era 80-an tersebut di majalah kampus yang luar biasa itu.

Tahun 1994, aku dipertemukan Haidar Bagir — intelektual ITB — di harian Republika dengan AE dan Hamid. Hamid dan AE di Litbang, aku di redaktur opini dan penulis tajuk rencana. Beberapa tahun kemudian, AE dan Hamid kembali pada habitatnya — menjadi manusia bebas.

Keduanya kembali bergiat di wacana intelektual yang mencerahkan. Jika Hamid Basyaib — si pustaka hidup serba bisa dan penyinyir ulung pemikiran keagamaan — menekuni wacana atheisme, AE sebaliknya menekuni dunia filsafat dan sufisme, di samping aktif di kelompok prodemokrasi. Terakhir yang aku tahu, AE menjadi direktur LP3ES.

AE bekerjasama dengan Denny JA, intelektual tajir, belakangan tekun mempublikasikan banyak pemikiran keagamaan dari tokoh-tokoh sufisme Iran dan Barat. Bersama Denny, AE membuat e-book tentang berbagai pemikiran agama, negara, dan filsafat yang free akses. Tulisan AE tentang pemikiran Mullah Sadra, filsuf Iran, masih tersimpan di file laptopku. Bagus sekali.

Kini, tokoh intelektual inspiratif tersebut, tengah berjuang keras melawan gigitan Covid-19. RS Hermina Depok menetapkan AE sebagai PDP, karena beberapa gejala sakitnya mirip sengatan virus asal Wuhan itu. Demam, batuk, sesak nafas, dan lemah terkulai.

Kabarnya, RS Hermina tidak sanggup mengatasinya dan meminta agar AE dibawa ke RS yang jadi rujukan. AE sudah dibawa ke 4-5 rumah sakit rujukan sejak kemarin. Tapi rata-rata menolak, karena penuh, termasuk RSCM. RS Mayapada pun menolaknya karena tidak punya alat test Covid-19.

Kondisi Mas AE sudah parah. Kritis. Denny JA yang mensuport biaya pengobatan pun tak berdaya. RS-RS penuh pasien kritis. Sekarang, kita — teman teman Mas AE — hanya bisa berdoa semoga Allah Penguasa Alam Semesta memberikan kesembuhan kepada Mas AE. Prayer is the greatest power in Universe. Aamiin. (*)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA