by

‘Omnibus Law’ Hukum yang Menjamin dan Memberi Kepastian Usaha

KOPI, Jakarta – Kepala Biro Humas Kemenkumham Bambang Wiyono mengatakan salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk menyiasati perlambatan ekonomi global yaitu dengan menggunakan konsep Omnibus Law. Omnibus law adalah strategi reformasi regulasi agar penataan terhadap banyak peraturan perundang-undangan dilakukan secara sekaligus.

“Dengan perubahan ekonomi global yang melambat, kita perlu kebijakan yang reformatif,” kata Bambang kepada media di Jakarta, Selasa, 24 Maret 2020.

Selama ini, Indonesia mempunyai ketentuan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan menghambat. Terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia.

“Maka diperlukan satu metode baru yang disebut dengan omnibus law, untuk mereform peraturan-peraturan yang tumpang tindih, sekitar 80 peraturan perudang-undangan yang kita ubah, yang menghambat, yang menyulitkan, kita perbaiki,” tambah Bambang.

Senada dengan Kemenkumham, Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan UU Omnibus Law ikut memberikan keringanan bagi para pelaku usaha. “Misalnya sanksi pajak ikut mendapat keringanan. Dari 25 persen menuju 22 persen, bahkan diberi bonus hingga 17 persen,” ujar Karyono.

Tujuan dari keringanan sanksi ini, kata Karyono, untuk memberikan stimulus bagi investor asing untuk datang ke Indonesia, sekaligus ikut menumbuhkan target pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan rencana dari Menkeu Sri Mulyani yang mengharapkan pertumbuhan ekonomi ini bisa mencapai 6 persen.

“Saya optimis dengan RUU perpajakan ini karena berpotensi bisa dorong pertumbuhan ekonomi dari 5,01 persen menjadi 6 persen,” katanya.

Tak hanya itu, dengan kehadiran peraturan ini, maka akun-akun media sosial seperti google, nettflix, facebook, Instagram dan lainnya akan dikenakan pajak pendapatan usaha. “Pengenaan pajak ini tentu ikut menambah pendapatan negara dari sektor pajak,” tambah Karyono.

Sementara itu, Wakil Sekjen PB Himpunan Mahasiswsa Islam (HMI), Rich Ilman Bimantika mengatakan selagi masih ada waktu dari 100 hari yang diberikan kepada pemerintah, DPR masih bisa membuka ruang diskusi dengan masyarakat. “PB HMI mengapresiasi upaya pemerintah untuk menyederhanakan regulasi yang tumpang tindih” katanya di Café Teman Kita, Selasa (24/03/2020).

Pihaknya memberi masukan bahwa sumber daya alam harus diberikan kepada kemakmuran rakyat, seperti amanat UUD 1945. Selain itu, pihaknya juga meminta agar mahasiswa dan pemuda mempelajari keseluruhan isi RUU Omnibus Law.

“Mahasiswa dan pemuda jangan latah dan serta-merta melakukan aksi dengan buruh untuk menolak omnibus law, beri kesempatan DPR dan pemerintah menjelaskan,” tegas Rich.

Pernyataan Rich itu ditambahkan oleh mantan Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, Taufik Hidayat, SH, yang mengatakan bahwa masyarakat, khususnya mahasiswa harus mengawal RUU Omnibus Law, namun jangan hanya pada sektor yang menyinggung perburuhan, tapi justru pada sistem hukumnya.

“RUU Omnibus Law ini adalah bentuk produk hukum kodifikasi hukum, layaknya KUHP yang awalnya adalah warisan kolonial Belanda, kemudian dikodifikasi menjadi UU KUHP,” kata Taufik.

RUU Omnibus Law sudah diterapkan di negara lain yang juga menganut sistem Civil Law. Negara Civil Law lain yang sudah menerapkan Omnibus Law ini yaitu Jerman dan Vietnam. (JNI/Red)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA