Komisi Iklim Australia pada tahun 2013, menemukan fakta, bahwa China dan Amerika Serikat menjadi emiter karbon (CO2) terbesar di dunia. Masing masing menyumbang 37% emisi karbon. Pada saat itu, konsentrasi polusi karbon mencapai 400 ppm (part permillion). Ini konsentrasi polusi karbon yang amat tinggi.
Melihat kondisi itu, China berusaha mengurangi konsentrasi karbon dengan membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Saat ini China punya 31 PLTN. China kini tengah membangun PLTN sebanyak mungkin. Targetnya pada tahun 2050, emisi karbon di China nol persen. Luar biasa.
Pengalaman beberapa negara di atas, memberikan pelajaran bahwa menciptakan lingkungan hidup yang nyaman, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu lebih dari 15 sampai 20 tahun. Bahkan lebih. Juga butuh komitmen jangka panjang untuk menghadirkan industri yang aman dan bersih.
Bagaimana dengan Indonesia? Emisi karbon Indonesia, 2019, naik 0,6% dari 2018. Janji menekan emisi karbon sulit ditepati dengan kebijakan ambigu seperti saat ini. Kebijakan yang terbelenggu mafia migas ini tidak solutif.
Kita lihat, Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2020-2024 terkait energi. Sekitar 83% pembangkit listriknya masih didukung energi fosil (minyak, batubara, dan gas). Jelas ini akan menambah emisi karbon dan sulfida. Dampaknya, polusi yang merusak kesehatan masyarakat akan bertambah. Who’s wrong?
Comment