Kenapa PLTN paling mungkin untuk memenuhi target bauran energi nasional tersebut? Karena sudah ada contohnya. Jepang yang mempunyai 43 PLTN, misalnya, kontribusi energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi nasional mencapai 40 persen. Prancis lebih mencengangkan lagi. Sekitar 78,8 persen produksi listrik nasionalnya berasal dari PLTN. Bahkan Prancis, dengan 58 PLTN-nya, bisa mengekspor kelebihan listriknya ke Itali, Inggris, Belanda, dan Jerman.
Dari gambaran tersebut, jelas — renewable energy without nuclear energy in Indonesia is nonsense. Dengan demikian, aksi Grenpeace di Senayan 13 Maret lalu yang menolak PLTN adalah demo nihilis.
Kenapa ada demo nihilis anti-PLTN? Karena ada mafia energi. Jika PLTN dibangun besar-besaran, akan ada kerugian besar di bisnis fuel oil, gas, dan batubara. Karena itu, pinjam pernyataan Prof. Dr. Subroto, Menteri Pertambangan dan Energi era Soeharto – untuk membangun PLTN harus ada komitmen dan dukungan politik. Tanpa itu, niscaya akan diganggu macam-macam. Salah satunya demo Greenpeace tadi.
PLTN seharusnya menjadi elemen penting dalam bauran energi nasional. Kenapa? Karena PLTN tak hanya merupakan sumber energi gigantik. Tapi juga, sebagai industri berbasis teknologi tinggi dan renewable. Dalam pengertian ini, PLTN juga merupakan sebuah start up yang harus didukung pemerintah.
Industri energi berbasis teknologi – seperti PLTN — akan terus berkembang, sesuai dengan kemajuan iptek. Ini berbeda dengan PLTB dan PLTPB – yang berbasis sumberdaya alam. Keduanya tak akan mempunyai lompatan tinggi berbasis iptek, karena basisnya sumberdaya alam.
Sebagai start up, misalnya, sesuai perkembangan iptek, PLTN makin lama makin efisien, makin aman, dan makin murah harga satuan energinya. Badan Tenaga Nuklir Prancis, misalnya, kini tengah mengembangkan PLTN berbasis reaksi fusi.
Comment