by

Corona

Aku Chay, Mas Dino. Aku sudah datang ke rumah abadiku. Aku sudah siapkan rumah kita. Rumahnya bagus Mas. Ayo Mas kita pergi ke sana. Aku menjemputmu — kata wanita cantik berbaju putih itu. Kuperhatikan wajahnya. Ia memang Chay. Aku gemetaran. Firasatku menyatakan, pasti ada apa-apa dengan Chay. Mungkin sakit Chay makin serius.

Jam enam pagi, aku mendapat kabar Chay telah tiada. Ita yang memberitahu. Aku menjerit di kamar apartemenku. Aku menangis. Tak kuasa mendengar berita kepergian Chay.

Aku pun segera menuju rumah sakit Siloam di BSD. Ingin melihat wajah Chay untuk terakhir kali. Kuperhatikan wajah manisnya. Matanya sudah terkatup rapat. Tapi bibirnya terlihat seperti orang tersenyum. Dalam batin, aku berujar, semoga kau bahagia Chay. Aku tetap menyintaimu.

Surat permohonan kepada Tuhan yang ditulis Chay ada di genggamanku. Chay minta aku menandatanganinya. Sebelum masuk ruang isolasi, Chay minta agar surat itu dimasukkan dalam kain kafannya kalau meninggal.

Usai mengebumikan Chay, aku segera ke RS Cipto untuk memeriksakan diri. Ternyata, aku negatif corona. Dokter bilang, meski sudah bersentuhan dengan Chay yang terkena corona, aku tak tertular virus ganas itu. Badan Pak Dino sedang berada dalam kondisi fit. Sehat. Jadi tak tertular — jelas dokter Dian, lulusan FK UGM itu.

Di depan kuburan Chay yang penuh bunga, aku berbisik. Chay maafkan aku. Aku menyintaimu. Kita terpaksa berpisah dan tak menikah karena orang tua kita tak merestui. Tapi kini aku percaya bahwa cinta kita abadi. Meski kau telah tiada, hatiku tetap bersamamu, Chay.

Hari berikutnya, aku ziarah ke makam Chay di Sandiego Hills, Kerawang. Aku kaget lagi. Karena Chay ternyata sudah menyiapkan satu petak kuburan di sisinya. Administratur di Sandiego Hills memberi tahu, petak makam di sisi Chay adalah untuk Pak Dino.

“Bapak, Pak Dino sendiri?” kata petugas di Sandiego Hills. Aku mengangguk. Tanpa terasa air mataku meleleh. Ternyata cinta Chay kepadaku luar biasa. Aku pun menangis melihat kuburan Chay.

Tanpa sadar, aku mengelus dan menciumi nisan Chay. Kutulis di nisannya: This is me, Chay. I am Dino. I always love you. Forever.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA