Goresan menuanya menjadi jelas terlihat pada saat dia menceritakan bagaimana begitu depresinya dia pada saat itu. Kedepresiannya itu telah membawa kegagalan perkawinannya. Karena dia tidak bisa mengendalikan pikirannya untuk melupakan si pemakan pisang goreng itu. Di setiap detik waktu yang dia lalui, di setiap sudut rumah yang dia lihat, hanya wajah si wanita itu yang terlihat… hehe… miris memang mendengarnya… Tapi lucunya, dalam setiap menceritakan kesedihannya, ada gelak tawa di sana. Gelak tawa diantara mereka berdua… di usia mereka yang menua…
Aku hanya tersenyum sendiri. Dan mulai paham bahwa saat itu mereka sedang membuka otak memori yang Tuhan berikan. Membuka memori chipnya yang sudah bersih… Karena mereka sepertinya bahagia dengan kehidupan keluarganya masing-masing. Mereka Bahagia dengan anak-anak mereka. Tapi bisa aku bayangkan, nuansa gelak-tawa ini akan menjadi sangat berbeda jika mereka bertemu dengan chip yang masih penuh. Entah apa jadinya…
Tidak terasa, aku telah menghabiskan hampir dua jam terlibat dalam obrolan ini. Tapi aku senang. Ada yang bisa aku timba dari obrolan ini. Bahwa ‘Waktu’ jualah yang telah menyembuhkan si lelaki itu dari kepedihan asmaranya. Tapi mengapa membutuhkan waktu yang begitu lama? Padahal terlihat bahwa si lelaki itu adalah sosok yang religius. Mengapa Tuhannya memberikan dia waktu puluhan tahun untuk dapat membersihkan chipnya…?! Ada apa dengan dia…?
Comment