by

Pentingnya Membangun Infrastruktur Pencegahan Banjir

Dengan kata lain, infrastruktur alam untuk “mengendalikan banjir” di Jakarta nyaris habis. Meski demikian, manusia sebagai makhluk yang cerdas, harusnya bisa mengatasinya dengan akan. Yaitu membuat infrastruktur modern dengan teknologi yang mampu mengatasi banjir.

Hal yang sama terjadi di kota-kota besar lain. Bandung, misalnya, tiap musim hujan kini dilanda banjir. Padahal 20 tahun lalu tak demikian. Saat itu, Bandung belum seramai dan sesemrawut sekarang. Tapi ketika wilayah “pinggir atas” cekungan Bandung gundul, Kota Kembang pun dilanda banjir. Bahkan di sejumlah wilayah seperti Baleendah, Dayeuhkolot, Banjaran, Bojongsoang, dan Majalaya kondisi banjirnya nyaris sama dengan Jakarta.

Untuk mengatasi banjir, Gubernur Anies Baswedan akan merevitalisasi 200 rawa di Jakarta yang sekarang dangkal dan “mati” diserbu pemukiman. Persoalannya, tak mudah memindahkan penduduk yang sudah menempati urukan rawa tersebut. Perlu pendekatan persuasif agar tidak terjadi gejolak sosial. Sebab orang yang akan direlokasi dari urukan rawa itu jumlahnya mencapai ribuan keluarga.

Begitu pula “naturalisasi” sungai-sungai di Jakarta. Ini pun tidak mudah karena sempadan sungai tersebut saat ini “nyaris hilang” diserbu pemukiman penduduk. Tapi dengan pendekatan persuasif dan terukur, bisa saja naturalisasi berjalan lancar. Mudah-mudahan.

Bagaimana alternatif lainnya? Mungkin kita perlu belajar dari kota-kota besar dunia yang berhasil mengatasi banjir. Ambil contoh kota Tokyo, Jepang. Pemerintah kota metropolitan Tokyo ini membangun deep tunnel (terowongan dalam) untuk mencegah banjir, terutama pada musim hujan dan badai laut. Deep tunnel kota Tokyo didesain secara integrated dari “hulu” sampai “hilir” untuk mengatasi dua penyebab banjir, yaitu banjir karena hujuan lebat dan banjir karena badai laut yang menghantam kota.

Pembangunan deep tunnel Tokyo – saking seriusnya dan prioritasnya – berlangsung selama 19 tahun dengan biaya yang amat besar. Orang Dai Nippon yang pekerja serius dan cermat, dengan penuh komitmen, akhirnya bisa menyelesaikan proyek raksasa tersebut.

Dr. Firdaus Ali, pakar lingkungan dan tata kelola air dari UI, pada tahun 2013, pernah mengajukan proposal kepada Pemda DKI untuk membuat multi-purpose deep tunnel (MPDT) di Jakarta. Proposal MPDT ini, ungkap di Firdaus, adalah yang pertama di dunia karena punya lima fungsi. Yaitu untuk mengatasi kemacetan, banjir, limbah, menyuplai air baku, dan saluran pipa utilitas (ulitity pipe) untuk serat optik dan kabel listrik. MPDT made in Firdaus Ali ini dirancang setelah mempelajari MPDT yang ada di Tokyo, Chicago, Boston, Singapura, dan Hongkong. Sayang, gagasan Firdaus ini saat itu dianggap terlalu mahal sehingga Pemda DKI belum berani menindaklanjutinya. Padahal, kalau melihat kerugian akibat banjir Jakarta tiap tahun, proposal Firdaus Ali layak dipertimbangkan.

Bawang Tunggal Madu (https://www.tokopedia.com/madubaduy)
______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA