KOPI, Tapanuli Utara– Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan memasyarakatkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, dimaksudkan agar nilai-nilai Pancasila menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bangsa Indonesia harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Hal ini dikatakan Bamsoet saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Tarutung, Tapanuli Utara, Jumat 7/2/2020.
“Pancasila adalah konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa dan mengarahkan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri bangsa, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa,” ujarnya.
Turut hadir antara lain Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, Ketua DPRD Tapanuli Utara Poltak Pakpahan, jajaran Forkopimda Tapanuli Utara, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat serta ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat.
Mengenakan pakaian adat Raja Batak Tapanuli Utara, wakil Ketua umum SOKSI dan Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap komponen bangsa, di samping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama lainnya. Yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke seluruh lapisan masyarakat merupakan ikhtiar MPR agar konstitusi negara kita dapat dipahami secara utuh dan menyeluruh oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena sesungguhnya konstitusi yang kita idam-idamkan bukanlah sekedar ‘konstitusi yang hidup’, melainkan juga ‘konstitusi yang bekerja’ untuk cita-cita kesejahteraan dan keadilan sosial,” kata Bamsoet.
Mantan Ketua DPR RI ini menjelaskan, ‘konstitusi yang hidup’ adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan jaman. Dimana hanya dapat dicapai melalui mekanisme-mekanisme yang berorientasi kepada jaminan konstitusi yang memperhadapkan semua pihak kepada suatu kesadaran dan keharusan untuk senantiasa menjaga agar konstitusi benar-benar dilaksanakan dan tercermin dalam praktik nyata kehidupan bernegara.
“Sedangkan ‘konstitusi yang bekerja’ adalah konstitusi yang senantiasa dijadikan bahan rujukan dan panduan dalam setiap pengambilan kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kembali kepada konstitusi, kita tidak saja dapat mengetahui dan melakukan koreksi atas pelaksanaan prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama, struktur-struktur organisasi negara beserta mekanisme penyelenggaraannya. Namun, lebih jauh, melalui nilai-nilai konstitusi, kita juga dapat mempersiapkan gambaran tingkat peradaban bangsa kita ke depan,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengingatkan penting dicermati bersama, bahwa seiring laju perkembangan zaman, tantangan kebangsaan dewasa ini muncul dengan berbagai dimensinya. Diantaranya, melemahnya rasa toleransi dalam keberagaman, demoralisasi generasi muda bangsa, memudarnya identitas dan karakteristik bangsa, masih tingginya kesenjangan sosial, hingga masalah ancaman kedaulatan negara di tengah cengkeraman hegemoni ekonomi-politik dunia.
“Dalam upaya menghadapi berbagai tantangan kebangsaan tersebut, diperlukan langkah-langkah terobosan yang bijak dan strategis, yang disertai kesadaran pentingnya membangun paradigma kebersamaan sebagai sebuah bangsa. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, salah satu kata kunci yang tidak boleh dilupakan untuk membangun paradigma kebersamaan adalah toleransi. Toleransi haruslah menjadi kebutuhan bagi kita karena kebhinnekaan adalah elemen pembentuk bangsa,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini bersyukur di Tapanuli Utara dapat merasakan dan menyaksikan langsung implementasi nilai-nilai toleransi dalam praktik nyata, dan bukan sekedar retorika. Sekedar contoh sederhana, misalnya banyak ditemui rumah makan yang menyediakan menu khusus bagi wisatawan muslim. Atau keberadaan masjid di setiap kecamatan yang bisa digunakan untuk beribadah bagi umat muslim.
“Satu hal yang perlu kita pahami bersama, bahwa toleransi terbangun oleh kesediaan sikap saling menerima dan saling menghormati. Karenanya, sikap toleransi ini pun tetap dibangun dalam kerangka menghormati kearifan lokal dan budaya setempat. Sebagaimana ungkapan peribahasa, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” imbuh Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini juga mendukung perubahan Institut Agama Kristen Negeri Sipohon Tapanuli Utara menjadi Universitas Negeri Tapanuli Raya. Sehingga, pembangunan kualitas SDM di wilayah Tapanuli tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.
“Dengan adanya Universitas Tapanuli Raya akan melahirkan multiple effect, antara lain peningkatan akses pendidikan tinggi dan kualitas SDM dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi delapan kabupaten di kawasan Danau Toba. Selain mendukung Danau Toba sebagai destinasi pariwisata dunia,” pungkasnya. (*)
Comment