by

In Memoriam Salahuddin Wahid: NU, Teknokrasi, dan Umat Marjinal

Dalam tulisannya, Gus Sholah kembali mengingatkan bahwa NU harus memaimkan high politics. Yaitu politik kebangsaan dan politik keumatan — bukan politik kekuasaan dan politik praktis. Mengutip petuah KH As’ad Syamsul Arifin dari Situnondo, Gus Sholah menyatakan, NU itu harusnya tidak ke mana-mana. Tidak terafiliasi politik praktis. Tapi ada di mana-mana. Dengan demikian, kebutuhan warga NU di mana pun akan terakomodasi, siapa pun dan partai apa pun yang berkuasa.

Gus Sholah, cucu pendiri NU — KH Hasyim Asy’ari — sejatinya adalah seorang arsitek. Lulusan ITB. Tapi jiwa kerakyatan dan keberpihakannya kepada umat, menjadikannya sebagai arsitek kehidupan. Seorang arsitek langka yang lebih peduli kepada nasib rakyat kecil yang terpinggirkan dalam deru pembangunan.

Selamat Jalan Gus Sholah. Allah telah memanggil hamba kinasihNya untuk kembali pada rumahNya di surga. (*)

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA