Dalam tulisannya, Gus Sholah kembali mengingatkan bahwa NU harus memaimkan high politics. Yaitu politik kebangsaan dan politik keumatan — bukan politik kekuasaan dan politik praktis. Mengutip petuah KH As’ad Syamsul Arifin dari Situnondo, Gus Sholah menyatakan, NU itu harusnya tidak ke mana-mana. Tidak terafiliasi politik praktis. Tapi ada di mana-mana. Dengan demikian, kebutuhan warga NU di mana pun akan terakomodasi, siapa pun dan partai apa pun yang berkuasa.
Gus Sholah, cucu pendiri NU — KH Hasyim Asy’ari — sejatinya adalah seorang arsitek. Lulusan ITB. Tapi jiwa kerakyatan dan keberpihakannya kepada umat, menjadikannya sebagai arsitek kehidupan. Seorang arsitek langka yang lebih peduli kepada nasib rakyat kecil yang terpinggirkan dalam deru pembangunan.
Selamat Jalan Gus Sholah. Allah telah memanggil hamba kinasihNya untuk kembali pada rumahNya di surga. (*)
Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org
Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini
Comment