by

Denny JA, The Achiever

Tapi Denny punya alasan. Menurutnya, ketika rezim sedang kuat-kuatnya mencengkram setiap lapis kehidupan masyarakat, maka gerakan mahasiswa semacam itu, atau gerakan apapun, akan dikooptasi oleh sistem, justru untuk memperkuat sistem itu sendiri dalam rangka mempertahankan status quo.

Sebagai seorang strukturalis saya kira Denny benar dengan analisanya. Bahwa pandangannya tersebut tidak popular pada masa itu adalah hal lain lagi. Sejarah tidak berjalan linier. Selalu ada tikungan yang tak terduga. Selalu ada tempat bagi pikiran-pikiran yang berbeda. Seperti tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di awal abad ke-20 yang lahir dari kelompok-kelompok studi, Denny JA memiliki peran penting dalam menghidupkan dan memberi roh kelompok-kelompok epistemik semacam ini sejak tahun 1980-an.

Kelompok studi pada dasarnya adalah tempat untuk menempa diri, mengasah intelektualitas, memperluas cakrawala pandangan, untuk kelak menjadi arsitek bagi gerakan sosial, pemimpin, politisi, atau apapun. Maka kelompok studi disebut sebagai second university – karena kampus pada masa itu nyaris lumpuh dari tradisi kritis; mahasiswa sibuk kuliah agar bisa selesai secepatnya dan setelah itu mencari kerja. Mahasiswa dianggap tidak perlu tahu urusan politik, bangsa ini mau dibawa ke mana bukan urusan mereka. Tapi anehnya mereka disebut generasi penerus.

Kalau tidak ada Kelompok Studi Proklamasi (KSP) yang didirikan oleh Denny JA dkk pada awal 1980-an, rasanya sulit membayangkan tradisi intelektual dan berpikir kritis akan memiliki sambungan dari era tokoh-tokoh bangsa hingga masa sekarang. Mereka adalah pemikir-pejuang. Kaum intelektual yang bekerja keras untuk mengubah nasib bangsanya.

Jejak Denny JA sangat jelas dalam pembentukan tradisi intelektual dan visi gerakan mahasiswa era Orde Baru. Selepas masa itu, ketika situasi politik berubah pasca reformasi, ia membangun tradisi baru di dunia perpolitikan di tanah air dengan memperkenalkan survei opini publik. Masalah ini sudah banyak ditulis orang. Jadi saya tidak akan membahasnya lagi di sini.


Walaupun saya telah lama mengenal Denny JA melalui tulisan-tulisan intelektualnya, perkenalan personal saya yang sesungguhnya melalui pintu sastra. Sudah lama saya menduga, Denny JA adalah pembaca sastra yang cukup tekun. Saya melihat itu dari karakter tulisannya yang hidup dan berwarna. Ia pandai menggabungkan corak penulisan ilmiah dan gaya tulisan kreatif. Karena itu tulisan-tulisan Denny JA tidak kering, dan selalu enak dibaca.

Ketika pada suatu hari saya memberinya sebuah buku puisi, ia menunjukkan antusiasme yang tinggi. Bukan hanya itu, ia mengajak saya berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan di dunia sastra. Mulanya saya tidak mengerti, saya pikir dia sedang menanyakan bagaimana dunia sastra sekarang. Sehingga saya bisa bercerita tentang karya-karya yang menonjol, para penulis yang sedang naik daun, atau novel-novel yang diangkat ke layar lebar.

Bawang Tunggal Madu (https://www.tokopedia.com/madubaduy)
______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA