Menurut Buya Syakur, teks teks Quran yang turun di era Madinah memang banyak yang bersifat politis. Karena itu, bila ingin dijadikan pedoman harus dilihat konteksnya. Ini beda dengan teks teks Quran era Makiah. Pendekatannya murni tauhid dan karenanya lebih humanis dan universal.
Apakah dengan begitu kita boleh menihilkan Quran? Tidak. Bagaimana pun kodifikasi Quran yang ada sekarang adalah hasil terbaik yang bisa dilakukan ulama. Tapi jika memutlakkan teks teks Quran sebagai hukum yg qat’i tanpa melihat konteks sejarah — ujar Buya — jelas akan timbul permasalahan.
Ayat ayat politik yang jumlahnya cukup banyak dalam Quran harus ditafsirkan dengan pendekatan politik yg kontekstual. Para founding fathers negeri kita yang merumuskan Pancasila sebagai landasan hukum bangsa Indonesia telah melakukan langkah yg tepat dalam menafsirkan ayat ayat madaniyah. Itulah Islam yg kontekstual.
Orang Islam yang menafsirkan Quran tanpa konteks seperti keharusan mendirikan khilafah, mewajibkan cadar, dan memusuhi orang non-islam, jelas mereka tidak memahami asbabun Nuzul ayat ayat Qur’an. Mereka menganggap wahyu turun di ruang hampa. Padahal, wahyu turun di masyarakat yang kompleks. Dan Rasul telah memberikan contoh dalam membuat UU bermasyarakat melalui Traktat (Piagam) Madinah
Saat ini, masyarakat jelas makin kompleks. Karenanya tafsir Qur’an pun perlu mempertimbangkan kompleksitas masyarakat. Tapi inti dari semua itu, Quran diturunkan kepada Muhammad untuk memperbaiki akhlak manusia. Untuk menjadikan kehidupan ini aman, damai, adil, dan sejahtera.
Comment