Oleh: Fahd Pahdepie, penulis buku-buku best seller
KOPI, Jakarta – Dalam hidup saya, ada orang-orang tertentu yang ketika saya temui, saya bandingkan usia saya dengan usianya. Jika orang itu lebih tua, saya kurangkan usianya dengan usia saya. Angka yang saya dapat dari pengurangan itu adalah waktu yang saya miliki untuk bisa mengejarnya, menyamai pencapaian-pencapaian dan prestasinya, mengikuti hal-hal baik yang menjadi rekam jejaknya.
Jika orang itu berusia lebih muda dari saya, saya kurangkan usia saya dengan usianya. Angka yang saya dapatkan dari pengurangan itu saya jadikan sebagai hutang waktu. Keterlambatan yang harus saya bayar dengan kerja berkali-kali lipat untuk bisa mengejar segala ketertinggalan saya darinya.
Dengan dua cara itulah sampai detik ini saya bertumbuh, terus belajar, dan tak berhenti berkarya. Saya berhutang pada orang-orang hebat yang datang pada hidup saya, menjadi inspirasi dan motivasi saya untuk terus berbuat baik dan membuktikan diri. Orang-orang itu bukan hanya menjadi contoh, tetapi sekaligus menjadi ‘benchmark’ yang ‘rundown’ hidupnya perlu saya ikuti untuk paling tidak menyamai hal baik yang ada pada dirinya atau bahkan lebih baik lagi.
Di antara orang-orang itu, kali ini izinkan saya menceritakan seseorang. Orang yang saya tulis namanya di jurnal daftar orang-orang yang menginspirasi saya dan perlu saya teladani jejak hidupnya. Saya mengagumi ketulusannya untuk selalu bersedia membantu orang lain. Bahkan kepada orang-orang yang membenci, menghina dan merendahkannya.
Comment