by

Perampok yang Masuk Sorga

KOPI, Bekasi – Dulu, Kyai Ahid (almarhum), di ponpes Baitul Hikmah, Tegalgubug, Cirebon, waktu saya kecil, pernah mendongeng seperti ini.

Konon, ada seorang pengelana spiritual (Darwis), ingin bertemu dengan Tuhan. Berhari-hari ia jalan kaki menuju tempat terbenamnya matahari. Ia yakin Tuhan ada di sana.

Dalam perjalanan, ia bertemu dengan orang saleh, ahli ibadah, yang jidatnya hitam saking lamanya bersujud. Tahu bahwa sang Darwis mau bertemu Tuhan, ia titip pertanyaan.

“Wahai Darwis, tolong tanyakan kepada Tuhan, di mana sorga saya. Berapa bidadari yang akan menemani saya?”

“Baik yai! Nanti akan saya sampaikan pertanyaan yai kepada Tuhan.”

Sang Darwis pun kembali berjalan ke arah terbenamnya sang surya. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia bertemu dengan perampok yang sangar. Ia menghentikan si pengelana.

“Wahai pejalan bodoh, saya ini perampok dan pembunuh. Kenapa Ada melewati wilayah kekuasaan saya. Anda akan jadi korban pembunuhan saya yang ke-100, kalau Anda tidak memberikan seluruh bekal Anda kepada saya.”

“Silahkan ambil. Silahkan Anda bunuh saya. Saya tidak keberatan karena saya akan menemui Tuhan,” jawab Sang Darwis.

Mendengar jawaban sang Darwis, begal itu mikir. Kok berani amat dia? Gak takut dirampok dan gak takut mati.

“Hai musafir, sebenarnya Anda mau kemana?”

“Saya mau menemui Tuhan di sana,” ujar sang Darwis sambil menunjuk arah terbenamnya matahari.

Sang perampok kaget. “Kalau memang niatmu mau bertemu Tuhan, saya tak jadi membunuhmu. Saya juga tak jadi merampokmu. Tapi saya titip pesan, agar Anda menanyakan kepada Tuhan, di mana neraka tempat saya.”

“Baik, tuan. Saya akan tanyakan kepada Tuhan di mana neraka Anda.”

Berpuluh tahun kemudian, sang Darwis itu kembali. Ia ingat pesan dua orang tadi. Kemudian ia menemui ahli ibadah yang jidatnya hitam itu.

“Yai masih ingat saya?”

“Masih. Anda kan pengelana yang mau bertemu Tuhan.”

“Betul.”

“Bagaimana jawaban Tuhan atas pertanyaan sorga saya?”

“Maaf yai, kata Tuhan yai akan ditempatkan di neraka.”

Yai kaget bukan main. Ahli ibadah itu pun murka.

“Tuhan salah. Tuhan tak mau membalas ibadah saya yang puluhan tahun. Kalau begini, lebih baik saya tidak usah salat,” gerutunya. Konon, yai ini akhirnya jadi orang mblegedud. Putus asa dan kemudian bunuh diri.

Lalu, sang Darwis pun menemui sarang penyamun. Begitu melihat sang Darwis datang, ia menjemputnya. Perampok itu penasaran di mana nerakanya.

“Bagaimana jawaban Tuhan tentang neraka saya?”

“Maaf tuan, kata Tuhan kau akan dimasukkan ke sorga.”

Ha? Perampok pun kaget bukan main.

“Tak mungkin. Tak mungkin. Saya ini sudah merampok dan membunuh 99 orang.”

“Betul tuan. Saya tidak berbohong. Tuhan akan menempatkanmu di sorga.”

Seketika sang perampok itu bertobat. Semua harta rampokannya ia berikan kepada orang-orang miskin di kampung sekitarnya. Lalu, ia belajar membaca kitab suci, belajar beribadah, dan berbuat baik kepada orang lain.

Sebelum mengakhiri dongengnya, Kyai Akhid menasihati kami, jamaah pengajiannya.

“Orang masuk sorga itu bukan karena ibadahnya. Tuhan itu tidak butuh disembah. Salat itu hanya latihan spiritual agar kamu ikhlas dalam berbuat apa pun. Keikhlasan itulah yang akan membuat Tuhan ridho terhadapmu. Ridho Allah itulah yang membawamu ke surga. Bukan salatmu.”

Sang Abid yang rajin ibadah itu sombong. Ia seakan mendikte Tuhan agar memberikan sorga kepadanya. Padahal sombong itu hanya untuk Tuhan. Ada kesombongan sedikit saja di hati manusia, Tuhan murka. Dan Tuhan tak meridhoi kamu berada di sorga.

Sementara sang perampok menganggap Tuhan itu tak memaafkan orang berdosa besar seperti dirinya. Padahal Tuhan Maha Pemaaf. Kasih Tuhan lebih besar dari murkanya. Itulah sebabnya Tuhan menunjukkan kemahabesaran rahmatnya kepada sang perampok yang merasa banyak sekali dosanya!

Nabi Adam dan Siti Hawa ketika bertobat di Arafah (karena terbujuk rayuan setan sehingga makan buah khuldi yang terlarang), dengan rendah hati, mengucapkan doa seperti ini: Robbanaa dholamnaa anfusanaa waillam tagfirlanaa wa tarhamnaa lana kuunanna minal khoosiriin. (Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi).

Maha Besar Allah dengan Kasih dan RahmatNya.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA