by

Ahmad Bastian Belum Ditangkap, Warga Lampung Sesalkan Sikap Tebang Pilih Aparat Hukum

KOPI, Lampung – Sebagaimana ramai diberitakan tentang dugaan keterlibatan Ahmad Bastian dalam kasus korupsi Bupati Lampung Selatan non-aktif Zainudin Hasan, namun hingga saat ini yang bersangkutan masih dibiarkan bebas, sejumlah warga Lampung resah dan menyayangkan sikap tebang pilih penegakkan hukum di negeri ini. Beberapa warga bahkan sudah melayangkan surat ke berbagai institusi hukum, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Mereka mempertanyakan tentang tindak-lanjut kasus tersebut dan mendesak para aparat penegak hukum melaksanakan tugas dengan baik dan benar, tidak pilih kasih, serta menjauhi kepentingan pribadi dan kelompok dalam menegakkan hukum terhadap Ahmad Bastian itu.

Baca juga: JPU KPK: Zainudin Hasan telah menerima Uang Fee Proyek sebesar Rp 72 M dari 74 Rekanan

“Apakah pengakuan yang bersangkutan Ahmad Bastian (AB) ketika menjadi saksi pada sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Karang yang telah mengakui memberikan uang sejumlah Rp. 9,6 miliar (kepada Zainudin Hasan) lewat Agus Bhakti Nugroho (ABN) kurang bukti untuk meningkatkan statusnya sebagai tersangka (pelaku tindak pidana korupsi)?” Demikian sepenggal kalimat yang tercantum dalam surat Supriyadi SP, warga Bandar Lampung, tertanggal 26 Oktober 2019 yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Surat itu juga ditembuskan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi III DPR RI di Jakarta.

Pengirim surat lainnya, Yohanes Budi Suryana, juga warga Bandar Lampung, mencoba menggugah nurani para penegak hukum dengan mengatakan bahwa, “Kemiskinan tidak sungguh-sungguh diatasi, pendidikan anak cucu kita terabaikan, dan infrastruktur rusak dimana-mana, akibat suap fee proyek (yang dilakukan Ahmad Bastian) di Lampung Selatan, pelakunya masih bebas tidak tersentuh hukum, justru mendapatkan posisi terhormat sebagai pejabat negara (anggota DPD RI).”

Baca juga: Terkait Lampung Bakal Punya Senator Terlibat KKN, Ini Kata Alumni Lemhannas

Yohannes kemudian mempertanyakan komitmen negara dalam penegakkan hukum di negeri yang katanya mengaku sebagai negara hukum ini. “Beginikah potret pembangunan hukum kita?” tulis Yohannes Budi Suryana dalam suratnya bertanggal 31 Oktober 2019 yang ditujukan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.

Surat Yohannes yang ditembuskan kepada Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Komisi Yudisial, dan Ketua PN Tanjung Karang itu secara terang menjelaskan hubungan antara Ahmad Bastian (pemenang proyek), Agus Bhakti Nugroho (anggota DPRD dan tangan kanan Zainudin Hasan) dan Zainudin Hasan (Bupati Lampung Selatan non-aktif). Dalam suratnya, Yohannes juga menjelaskan munculnya uang suap proyek Rp. 9,6 miliar yang merupakan fee proyek 20 persen dari nilai proyek sebesar Rp. 48 miliar untuk Bupati Zainuddin Hasan.

Banyak pihak menyayangkan ketidak-sigapan aparat penegak hukum dalam kasus ini. Terutama karena Agus Bhakti Nugroho dan Zainuddin Hasan telah divonis bersalah dan diganjar hukuman masing-masing 4 tahun dan 12 tahun kurungan penjara. “Para penerima suap telah mendapatkan ganjaran atas perbuatannya, mengapa justru penyuapnya tidak segera ditangkap, diproses, dan dijebloskan ke penjara?” tanya alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, heran.

Senada dengan Yohannes Budi Suryana, pengirim surat lainnya, Juandi Sinurat (warga Bandar Lampung) mempertanyakan, “Apakah perlakuan hukum yang merujuk pada pengakuan (pelaku) penyuapan, yakni Ahmad Bastian, dan yang menerima suap (Agus Bhakti Nugroho) masih belum cukup bukti untuk diproses oleh pengadilan? Apakah pelanggaran pasal 2 dan 5 UU No. 20 tahun 2001 yang dilakukan Ahmad Bastian belum cukup kuat untuk menjerat pelaku kejahatan korupsi yang merupakan Extra Ordinary Crime?” keluh Juandi dalam surat tertanggal 25 Oktober 2019. Surat 3 halaman itu ditujukan langsung kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia cq. Hakim yang menangani kasus Agus Bhakti Nugroho dalam perkara No. 41/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk, dengan perihal: Tindak lanjut proses Ahmad Bastian sebagai penyuap Bupati Lampung Selatan Non-aktif Zainudin Hasan.

Juandi menambahkan bahwa, dalam berkas putusan majelis hakim Tipikor dengan terpidana Agus Bhakti Nugroho, nama Ahmad Bastian (saksi nomor 40) disebut berpuluh-puluh kali oleh majelis hakim. “Demi rasa keadilan dan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, maka saya mendesak agar Majelis Hakim yang menangani kasus tersebut untuk segera mengambil langkah-langkah strategis dengan segera melakukan tindakan hukum kepada Ahmad Bastian (Anggota DPD RI asal Lampung) dalam suap Rp. 9,6 miliar dan peningkatan status dari saksi menjadi tersangka. Apalagi, dalam Putsan Hakim Pengadilan (Tipikor) Negeri Tanjung Karang, nama Ahmad Bastian juga telah memberikan dan membenarkan kesaksian (nomor saksi 40) serta disebut-sebut dalam putusan hakim tersebut sebanyak 63 kali,” urai Juandi dalam suratnya yang juga ditembuskan ke Ketua KPK di Jakarta dan Ketua Komisi III DPR RI.

Kecurigaan publik atas perilaku tebang-pilih aparat dalam penegakkan hukum di negeri ini sangat beralasan. Pasalnya, Gilang Ramadhan, bos CV 9 Naga, telah divonis 2 tahun 3 bulan penjara dalam kasus yang sama, menyuap Bupati Lampung Selatan non-aktif Zainudin Hasan. Gilang dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

Baca juga:
1. Tersangka Penyuap Bupati Lampung Selatan Segera Disidang

2. Penyuap Bupati Lampung Selatan Dihukum 2 Tahun 3 Bulan Penjara

“Atas tindakannya, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Gilang Ramadhan selama dua tahun tiga bulan penjara dan denda pidana sebesar Rp. 100 juta subsider tiga bulan penjara,” demikian Mien Trisnawaty, Ketua Majelis Hakim, membacakan amar putusan, 12 Oktober 2018 lalu.

Di akhir suratnya, para pengirim surat berharap agar para pemangku hukum di negara ini benar-benar mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum dan tidak berlaku diskrimaninatif terhadap para pelaku kriminal, terutama terkait tindak pidana korupsi. “Semoga seluruh Menteri terkait, para pembantu Presiden (dan penegak hukum), memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, serta menjunjung tinggi supremasi hukum, karena negara kita adalah Negara Hukum.” tutup Yohannes Budi Suryana dalam suratnya.

Para pengirim surat juga senada mendesak KPK, MA, DPR RI, Kejagung, dan Kepolisian agar segera memproses kasus Ahmad Bastian, yang telah mengakui melakukan suap terhadap Agus Bhakti Nugroho, yang oleh Agus diakui bahwa uang suap tersebut adalah untuk Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan non-aktif, yang dikenal juga sebagai adik dari mantan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan. “Saya sangat berharap dan memohon agar Ahmad Bastian segera ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka, (kemudian terdakwa) dan terpidana sesuai dengan UU atau ketentuan yang berlaku,” pungkas Yohannes penuh harap. (APL/Red)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA