by

Pembiasaan Bahasa Indonesia di Sekolah Pelosok Desa

-Pendidikan, Profil-9,779 views

Oleh Tika Mayasari (Guru SMPN 1 Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang)

KOPI, Tangerang – Bulan Oktober diperingati Indonesia sebagai bulan Bahasa dan Sastra. Peringatan ini ditujukan untuk mengingat bahwa kukuhnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Alasan kita perlu memeringati Bulan Bahasa dan Sastra, agar sebagai putra dan putri Indonesia, kita lebih menghargai Bahasa Indonesia dan lebih berbangga terhadap Bahasa Indonesia.

Saya adalah tenaga pengajar bahasa Indonesia. Apa yang sudah saya lakukan kepada peserta didik yang merupakan putra putri penerus bangsa agar menghargai Bahasa Indonesia dan bangga terhadap Bahasa Indonesia? 

Tersentillah saya ketika menemukan ada peserta didik di salah satu sekolah di perbatasan antara Kabupaten Tangerang dengan Kabupaten Serang yaitu SMP Negeri 1 Gunung Kaler, tidak terbiasa berbahasa Indonesia pada situasi formal seperti kegiatan belajar mengajar. 

Mungkin tidak hanya di daerah ini saja ditemukan isu seperti ini. Masih banyak pelosok negeri Indonesia yang masyarakatnya tidak mampu berbahasa Indonesia karena terbiasa memakai bahasa daerah/bahasa ibunya. Sebenarnya tidak salah terbiasa menggunakan bahasa daerah. 

Hanya saja bahasa daerah hendaknya digunakan ketika situasi nonformal seperti lingkungan keluarga, sedangkan ketika sedang berada situasi formal/ resmi seperti lingkungan pendidikan maka seseorang wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Kembali pada isu di SMP Negeri 1 Gunung Kaler. Ditemukannya peserta didik yang tidak terbiasa berbahasa Indonesia dimulai sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Dikarenakan ketika di sekolah dasar, bahasa pengantarnya dominan berbahasa daerah agar anak lebih paham dan mengerti dengan pembelajaran yang disampaikan. 

Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal yang bisa disoroti dari kurangnya kemampuan berbahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia adalah dari sisi pembelajarannya. Banyak aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari institusi pendidikan, tenaga pengajar, instrumen pendidikan semisal kurikulum, media, dan juga lingkungan sekitar.

Terkait dengan UU Nomor 24 tahun 2009 tentang bahasa, bendera, dan lambang negara, yang menyatakan bahwa bahasa pengantar pendidikan adalah Bahasa Indonesia.

Maka, apakah seluruh seluruh tenaga pengajar di Indonesia sudah menggunakan dan mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada peserta didiknya? Tidak dipatok dengan pelajaran yang diampu oleh tenaga pengajar tersebut. Karena semuanya mempunyai andil untuk menggunakan dan mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar ketika proses pembelajaran.

Penggunaan bahasa memang harus benar-benar diperhatikan, apalagi dalam hubungannya dengan penggunaan bahasa Indonesia. Terlebih di daerah pelosok pedesaan, ketika terbiasa menggunakan bahasa daerah/bahasa ibu dibanding bahasa Indonesia maka proses pembelajaran akan terhambat dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran pun akan sulit karena lebih paham jika pembelajaran menggunakan bahasa daerah.

Ini pula yang terjadi pada peserta didik di SMP Negeri 1 Gunung Kaler. Sepengamatan saya, ketika proses pembelajaran, masih ada tenaga pengajar yang sering kali menggunakan bahasa daerah untuk menjelaskan materi pembelajaran. Hal itu dilakukan karena peserta didik masih sulit menanggapi dan merespon pelajaran dengan berbahasa Indonesia. 

Selain pengamatan tersebut, dari hasil angket yang berisi intensitas penggunaaan bahasa Indonesia pada peserta didik. Hasilnya, rata-rata peserta didik jarang bahkan tidak pernah memakai bahasa Indonesia di lingkungan rumah, ketika di luar kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Saya sebagai guru bahasa Indonesia yang baru saja mengabdi di sekolah ini, tersentil dan memikirkan apa yang harus saya lakukan untuk menyiasati agar proses belajar mengajar dan komunikasi dalam bahasa Indonesia di lingkungan sekolah bisa berjalan sebagaimana mestinya? Maka dari itu, harus ada pengembangan bahasa Indonesia dan inovasi untuk menyiasati hal tersebut.

Ketika peserta didik sudah mampu dan menguasai bahasa Indonesia diharapkan dapat mengembangkan kecerdasannya, mengekspresikan kemampuan, emosi, keinginan dan pola pikirnya melalui kegiatan menulis. Karena memang yang saya rasakan, selain tidak mampu berbahasa Indonesia, peserta didikpun tidak mampu mengekspresikan suatu hal melalui tulisan. 

Semua itu dikarenakan faktor kurangnya pembendaharaan kosakata bahasa Indonesia pada masing-masing peserta didik. Maka langkah awal saya agar peserta didik percaya diri menggunakan bahasa Indonesia yaitu menabung kosakata dan memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Peserta didik diharuskan menuliskan kosakata yang ia dapat dari semua pelajaran. Tentu kosakata yang dirasa asing dan tidak dipahami arti dari kata tersebut. Setiap hari peserta didik wajib menabung kosakata sebanyak-banyaknya pada sebuah buku kecil/buku seukuran saku sehingga buku itu selalu tersimpan di kantung saku seragamnya. 

Dengan tujuan, jika setiap hari buku saku tersebut dibawa maka makin banyak ia peroleh kosakata maka makin kaya kosakata ketika ia berbicara dan menulis.

Awalnya  mulai tumbuh antusias mencari kosakata pada semua pelajaran. Rasa ingin tahunya sangat tinggi ketika diberi kesempatan mengumpulkan kosakata dengan cara seperti ini. Berarti peserta didik bukan tak ingin mampu berbahasa Indonesia. Hanya lingkungan yang tidak mendukung dan mendorong peserta didik untuk mampu berbahasa Indonesia.

Selain hal tersebut, peserta didik melakukan wajib berbahasa Indonesia di lingkungan sekolah. Tidak hanya wajib ketika pelajaran bahasa Indonesia saja tetapi pada semua pelajaran. Permulaan memang ada kesulitan, dalam hal tersedianya Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mendukung peningkatan kosakata. 

Akan tetapi, karena rasa semangat yang tinggi walaupun tidak memadainya ketersediaan kamus, peserta didik tidak menganggap hal itu menjadi satu penghalang.  Kesulitan yang kedua, butuh waktu yang agak lama untuk membiasakan tidak berbahasa daerah dengan teman sebayanya. Tetapi, karena kesadaran dari beberapa peserta didik lain maka ada perasaan saling mengingatkan sehingga perlahan sedikit demi sedikit terbiasa berbahasa Indonesia.

Untuk lebih mendorong semangat berbahasa Indonesia, saya sebagai tenaga pengajar bahasa Indonesia mulai melakukan tes awal dengan pramateri untuk mengetahui peningkatan kosakata yang diperoleh peserta didik sebelum pembiasaan menabung kosakata. 

Saya berikan 20 soal menjodohkan, arti kata dipasangkan sesuai dengan kosakatanya. Dari hasil awal, yang dihasilkan hanya 20% saja peserta didik bisa menjawabnya. Hal tersebut membuktikan bahwa kosakata yang dikuasai peserta didik sangat rendah.

Setelah dilakukan tes pramateri, peserta didik diinstruksikan melakukan pengumpulan kosakata pada buku saku kosakata dan melaksanakan pembiasaan berbahasa Indonesia ketika proses pembelajaran. 

Awalnya peserta didik masih kaku dalam membiasakan bahasa Indonesia karena terbiasa menyelipkan bahasa daerah setiap komunikasi dengan siapapun termasuk kepada teman dan gurunya. Jadi, setiap komunikasi yang menyelipkan bahasa daerah langsung saya tanyakan bahasa Indonesia dari kosakata bahasa daerah tersebut dan langsung mengulangi perkataan dengan bahasa Indonesia yang benar. 

Selain saya, peserta didik kadang ikut pula menegur temannya yang menyelipkan bahasa daerah dan memberi tahu bahasa Indonesia dari kata tersebut. Pembiasaan ini berlangsung setiap pembelajaran bahasa Indonesia dengan harapan peserta didik terbiasa akan menggunakan bahasa Indonesia.

Sampai ketika satu materi pembelajaran bahasa Indonesia mengenai teks prosedur. Awal pembelajaran, peserta didik dirangsang dengan menonton sebuah video dengan prosedurnya yaitu membuat sosis telur. 

Setelah memutar video tersebut, peserta didik diminta berkelompok dalam mempresentasikan prosedur dalam membuat sosis telur. Dalam pelaksanaan presentasi peserta didik, sudah mulai terbiasa berbahasa Indonesia. Berarti melalui media yang menarik juga bisa merangsang peserta didik dalam membiasakan berbahasa Indonesia.
Setelah tiga minggu peserta didik melaksanakan pembendaharaan kosakata, dilaksanakan ujian pascamateri dengan cara kelompok dan individu.

Ujian pascamateri secara kelompok dilakukan masih dengan cara menjodohkan dengan media papan tulis untuk menuliskan pertanyaan dan potongan kertas karton yang berisi jawaban kosakata yang cocok dengan pertanyaannya. 

Dalam waktu 5 menit, kelompok harus mencocokkan jawaban dengan pertanyaan dengan cara kertas karton ditempel pada papan tulis tersebut. Dari hasil ujian pascamateri kelompok ini sudah mulai signifikan, sebanyak 90% kelompok bisa menjawabnya. Berarti media juga bisa sangat mendorong agar peserta didik merasa senang dalam usaha peningkatan kosakata ini.

Ujian pascamateri individu pun dilakukan agar lebih mengetahui peningkatan pada masing-masing peserta didik. Masih dengan tipe soal menjodohkan kosakata dengan arti kosakata. 

Kosakata yang diambil pun dari kosakata yang sudah diperoleh dan dikumpulkan pada buku saku kosakata. Hasilnya dari presentase awal ujian pramateri hanya 20%, setelah ujian pascamateri ini dihasilkan peningkatan sebanyak 60% peserta didik sudah bisa menjawab kosakata sesuai dengan artinya. Maka dapat disimpulkan sudah ada peningkatan yang signifikan dalam penguasaan kosakata melalui pembendaharaan kosakata pada buku saku.

Setelah diketahui peningkatan kosakata ini, saya mulai mengevaluasi mengenai pembiasaan bahasa Indonesia. Karena ketika kosakata peserta didik bertambah maka komunikasi bahasa Indonesia pun akan lancar dan efektif. Peserta didik diinstruksikan praktik prosedur membuat sesuatu yang mereka bisa dan mempresentasikannya di depan kelas. 

Dengan praktik yang mereka lakukan sendiri, maka mereka bisa menyebutkan prosedurnya sesuai dengan urutan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Dari hasil presentasi ini pun sudah mulai menunjukkan kemajuan dalam berbahasa Indonesia yang baik, lancar, dan efektif.  

Evaluasi terakhir mengenai pembiasaan ini pun saya lakukan wawancara kepada tenaga pengajar, wali kelas, dan beberapa peserta didik. Responnya pun positif bahwa sudah mulai ada perubahan pembiasaan berbahasa Indonesia ketika di lingkungan sekolah.

Dari pembiasaan berbahasa Indonesia diharapkan peserta didik di mana pun berada bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan lebih menanamkan cinta terhadap Indonesia dengan cara bisa berbahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. (Tika Mayasari / Guru SMPN 1 Gunung Kaler Kab. Tangerang)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA