by

Pertamina dan Kerusakan Mangrove Pantura

Loading…

KOPI, Bandung – Hutan mangrove Pantura menjerit! Gegaranya tumpahan minyak Pertamina melabraknya. Para aktivis lingkungan yang capek-capek menanam mangrove pun mengelus dada. Bayangkan, usaha mereka bertahun-tahun untuk menghijaukan pantai utara Jawa, terutama di sekitar Kerawang dan Bekasi, nyaris sia-sia.

Inilah kabar menyedihkan itu. Sekitar 300.000 pohon bakau (mangrove) di pesisir utara Kabupaten Bekasi terancam mati akibat tumpahan minyak di laut. Dari mana? Minyak itu berasal dari anjungan lepas pantai milik Pertamina Hulu Energi di blok Offshore North West Java (ONWJ). ONWJ terletak sekitar dua kilometer dari Pantura Kabupaten Karawang. Bocoran minyak yang mencemari laut itu terendus sejak Ahad (21/7/019) lalu. Kini, lebih dari sebulan setelah bocoran minyak itu mencemari Pantura, tampaknya Pertamina belum memberikan kompensasi yang memadai kepada penduduk terdampak terdekat. Apalagi ke pihak-pihak lain terdampak yang jauh dari Pantura Bekasi dan Karawang.

“Ini sungguh kerugian yang sangat besar bagi kami selaku pengelola kawasan wisata hutan mangrove Muaragembong,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alipbata, Sonaji di Cikarang, Rabu (7/8/2019).

Pokdarwis Alipbata mencatat, sekitar 300.000 batang pohon mangrove di Pantai Muaragembong, Muara Bungin, Pantai Beting, dan Pantai Bahagia kini layu. Nyaris mati. Kondisi batang pohonnya robek, terkelupas, hingga melepuh. Daunnya layu dan mengering. Terkena panas minyak.

“Itu semua terjadi karena di malam hari air laut pasang sehingga daun mangrove seluruhnya terendam air laut yang tercemar tumpahan minyak itu,” tambah Sonaji.

Tentu saja, selain berdampak pada kelangsungan hidup hutan mangrove, insiden tumpahan minyak itu juga mengakibatkan penurunan hasil tangkapan ikan nelayan setempat. Tangkapan ikan oleh nelayan setempat turun sampai 90 persen.

“Bibit udang maupun benih ikan di tambak turut mati. Sedangkan tangkapan nelayan turun 90 persen. Celakanya pas dijual, harga ikannya ikut anjlok. Karena konsumen menganggap ikannya beracun,” ungkap aktivis lingkungan itu. Tak hanya itu. Sebanyak 120 warga pesisir terserang penyakit gatal-gatal dan sesak napas akibat bau tumpahan minyak yang menyengat.

Memang Pertamina berjanji akan memberikan kompensasi kepada penduduk setempat yang dirugikan. Jika kompensasi itu tak sesuai harapan, niscaya mereka akan protes. Di era medsos sekarang ini, jika ada something wrong atau kezaliman, cepat sekali tersebar ke seluruh dunia. Dan Pertamina niscaya akan terpojok, lalu memenuhi tuntutan warga yang terugikan.

Tapi, apa kompensasinya pada kerusakan hutan mangrove? Hutan mangrove tidak bisa bicara. Ia pun tak bisa menuntut kompensasi. Padahal di situlah persoalan yang paling krusial. Karena menyangkut kerusakan alam. Apalagi yang rusak adalah hutan mangrove — bagian kecil hutan langka dan dilindungi yang survive di Pantura.

Apa kerugian alam itu? Pertama, hutan mangrove adalah vegetasi “pengungkit” kelestarian lingkungan di pantai. Di pantai-pantai yang berhutan mangrove akan tumbuh pepohonan lain yang sesuai dengan lingkungan pantai. Dengan adanya hutan mangrove, ekosistem pantai akan terbentuk. Kedua, hutan mangrove adalah tempat pemijahan dan habitat ikan-ikan tertentu seperti udang, kepiting, dan rajungan, dan lainnya. Ketiga, hutan mangrove memberikan kontribusi pada perbaikan suhu udara. Ini karena pohon mangrove mampu menyerap karbon dioksida (gas rumah kaca) jauh lebih banyak dari tumbuhan lain.

Dengan demikian, pohon mangrove bisa berkontribusi dalam mencegah fenomena global warming. Keempat, pohon mangrove yang bentuk perakaran dan percabangannya kompleks dan unik mampu meredam gelombang tinggi dan angin kencang. Kelima, hutan mangrove bisa mengurangi dampak tsunami. Ketika ada tsunami besar seperti di Palu dan Aceh, beberapa waktu lalu, misalnya, rumah-rumah dekat pantai yang berhutan mangrove banyak yang selamat. Tentu masih banyak lagi manfaat keberadaan pohon mangrove bila dilihat dari rantai ekosistem kehidupan di bumi.

Jika demikian, betapa besar kerugian yang timbul akibat rusaknya hutan mangrove tersebut. Total economis value (TEV) dari hutan mangrove tinggi sekali karena terkait dengan pengurangan gas rumah kaca, produksi oksigen, habitan ikan, first guard ancaman tsunami, dan lain-lain.

Nah, dengan melihat kerusakan hutan mangrove itu — apa kompensasi Pertamina terhadap kerusakan lingkungan? Kita tunggu kajian komprehensif dari Pertamina untuk “mengganti” kerugian TEV hutan mangrove tersebut.

Semoga hal itu menjadi pemikiran Pertamina. Agar di kemudian hari, BUMN migas ini lebih berhati-hati dalam menangani tambang minyak lepas pantainya.

Penulis adalah Dosen Fakultas Kehutanan/Kepala Pusat Kajian Biodiversitas dan Rehabilitasi Hutan Tropika IPB

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Loading…

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA